Analisis kinerja guru dilihat dari segi
Profesionalitas dan kapabilitas
Ade Suherman
Abstrak
Kinerja guru merupakan faktor yang
dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang
terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu
meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan
kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh
terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas. Meningkatnya
kualitas pembelajaran, akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini
dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu
menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa
dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing
dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat
dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa
mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.
Keyword: Kinerja, guru, profesionalitas, kapabilitas,
A.
Latar
Belakang
Pada
dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara
lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru
dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat
penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagi subyek
pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang
dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di
antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang
ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru.
Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana
sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang.
Kinerja
guru atau prestasi kerja (performance)
merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam Melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan
serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan
unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas
mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam
mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama
dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa,
kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta
tanggungjawab terhadap tugasnya, sehingga akan tercipta prestasi sekolah sesuai
harapan stakeholders.
Harus
diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan. Meskipun
fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh
keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar
dan pembelajaran yang maksimal (Neni Utami. 2003:1). Guru sebagai pelaksana pendidikan nasional merupakan
faktor kunci. Dalam tataran
mikro teknis, Guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan, dia
amat menentukan dalam proses pembelajaran di kelas, dan peran kepemimpinan
tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan tugasnya,
ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan bagi mutu
pembelajaran/pendidikan yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan
setelah menyelasaikan sekolah.
Kinerja
Guru merupakan unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada
kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan fihak yang paling banyak
bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di
lembaga pendidikan Sekolah. Dan untuk memahami apa dan bagaimana kinerja
guru itu, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang makna Kinerja serta
bagaimana mengelola kinerja dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara
efektif dan efisien.
Guru mempunyai pengaruh yang cukup dominan
terhadap kualitas pembelajaran, karena
gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajarandi kelas, bahkan
sebagai penyelenggara pendidikan di sekolah. Menurut Dedi Supriadi (1999: 178),
di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang
ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru.
Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah
kinerja guru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42)
menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru,
dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan
materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata
pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Menurut Cruickshank, kinerja guru yang
mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja
guru dalam kelas atau teacher classrroom performance (Cruickshank, 1990:
5).
Berdasarkan pendapat tersebut di atas
diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan
kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan
pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan
motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap
motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas. Meningkatnya kualitas
pembelajaran, akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat
dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu
menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa
dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing
dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat
dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa
mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.
B.
Tinjauan
Pustaka
1. Kinerja
Guru
Kinerja
merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance), secara
etimologis performance berasal dari kata to perform yang berarti
menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti “The act of
performing; execution”( Webster Super New School and Office Dictionary ),
menurut Henry Bosley Woolf performance berarti “The execution of an
action” (Webster New Collegiate Dictionary ) Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau
melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering juga
diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa definisi kinerja untuk lebih memberikan pemahaman akan maknanya.
Tabel 1
Pendapat Para Pakar tentang pengertian kinerja
No
|
Pengertian kinerja
|
Pendapat
|
1.
|
Performance
diartikan sebagai hasil pekerjaan, atau pelaksanaan tugas pekerjaan
|
(Pariata Westra et al. 1977:246).
|
2.
|
kinerja adalah proses kerja dari seorang individu
untuk mencapai hasil-hasil tertentu,
|
Bateman (1992:32)
|
3.
|
Prestasi Kerja
atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang
disasari oleh pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan motivasi dalam
menghasilkan sesuatu,
|
Nanang Fattah (1999:19)
|
4.
|
Performance is defined as the record of outcomes
produced on a specified job function or activity during a specific time
period
|
Bernardin dan Russel dalam Ahmad S Ruky (2001:15)
|
5.
|
Kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
|
A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67)
|
6.
|
basically, it (performance) means an outcome – a
result. It is the end point of people, resources and certain environment
being brought together, with intention of producing certain things, whether
tangible product or less tangible service. To the extent that this
interaction results in an outcome of the desired level and quality, at agreed
cost levels, performance will be judged as satisfaktory, good, or excellent.
To the extent that the outcome is disappointing, for whatever
reason, performance will be judged as poor or deficient
|
Murray Ainsworth et.el (2002:3)
|
Suharsaputra
(2004:76)
Dari
beberapa pengetian kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan
oleh seorang pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang optimal. Dengan demikian
istilah kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan
yang ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Kinerja
seseorang akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut Suprapto
(1999:14) dikemukakan bahwa Kinerja adalah “akumulasi dari tiga elemen yang saling
berkaitan yaitu keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal”. Keterampilan dasar yang dibawa seseorang ke
tempat pekerjaan dapat berupa pengetahuan, kemampuan,
kecakapan interpersonal
dan kecakapan teknis. Pendapat Sedarmayanti (1995:53)
pengertian kinerja dengan menunjuk pada ciri-cirinya sebagai berikut : “Kinerja
dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator
antara lain: Kualitas hasil kerja, Ketepatan waktu, Inisiatif, Kecakapan,
Komunikasi yang baik”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dan dapat diperlihatkan
melalui kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan dan
komunikasi yang baik.
2.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Kinerja menunjukan suatu penampilan
kerja seseorang dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu lingkungan
tertentu termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya, banyak faktor yang
mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada pekerja, maka
bagimana dia bekerja akan dapat menjadi dasar untuk menganalisis latar belakang
yang mempengaruhinga . Menurut Sutermeister (1976:45) ”Produktivitas ditentukan
oleh kinerja pegawai dan teknologi, sedangkan kinerja pegawai itu sendiri
tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan motivasi”.
Sementara itu Gibson et al (1995:
56), memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor–faktor
yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu :
a. Variabel
Individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang
keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal – usul, jenis
kelamin).
b. Variabel
Organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain
pekerjaan.
c. Variabel
Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi.
Pendapat
tersebut menggambarkan tentang hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi
kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologisnya yang khas
serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan
suatu kualitas kinerja yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan
peran dan tugasnya dalam organisasi.
Sementara
itu Zane K. Quible (2005:214) berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja manyatakan: “basic human traits affect employees’ job
related behaviour and performance. These human traits include ability,
aptitude, perception, values, interest, emotions, needs and personality”.
Ability atau kemampuan akan menentukan bagaimana seseorang dapat
melakukan pekerjaan, bakat akan berperan dalam membantu melaksanakan pekerjaan
jika ada kesesuaian dengan jenis pekerjaannya, demikian juga halnya dengan
persepsi, konsep diri, nilai-nilai, minat, emosi, kebutuhan dan kepribadian.
Semua itu akan berpengaruh terhadap dorongan (motivasi) seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian kajian tentang kinerja memerlukan
juga pembahasan tentang motivasi sebab prilaku seseorang dalam melaksanakan
pekerjaan tidak terlepas dari dorongan yang melatarbelakanginya.
Kinerja guru merupakan ujung tombak
keberhasilan pendidikan dan dianggap sebagai orang yang berperanan penting
dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan percerminan mutu pendidikan.
Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari
pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak
pada perubahan kinerja guru. Menurut Djamarah (1994:33) beberapa
faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap tersebut antara lain
:
1) Kepribadian dan dedikasi
Setiap
guru memiliki pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka
miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya.
Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat dilihat
dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap
persoalan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiah Darajat (dalam
Djamarah SB, 1994) bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak,
sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah
penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan misalnya dalam
tindakannya, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap
persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.
2) Pengembangan Profesi
Profesi
guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut Pidarta
(1999) bahwa “Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya
dengan pekerjaan-pekerjaan lain”. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada
masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan
individual, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaan itu
harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu
harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan keterampilan yang
tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala
tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.
Lebih lanjut Pidarta (1997:12) mengemukakan ciri-ciri
profesi sebagai berikut :
(1).
Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan
hidup orang bersangkutan, (2). Telah
memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus, yang bersifat dinamis dan
berkembang terus. (3). Ilmu pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut di
atas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama di sekolah. (4). Punya
otonomi dalam bertindak ketika melayani klien, (5). Mengabdi kepada masyarakat
atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk mendapatkan keuntungan
finansial. (6).Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk
mendapatkan klien. (7). Menjadi anggota profesi. (8).Organisasi profesi
tersebut menetukan persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi
anggota, mengawasi perilaku anggota, memberikan sanksi, dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota.
3) Kemampuan Mengajar
Untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan
kemampuan. Cooper (dalam Zahera, 1997) mengemukakan bahwa guru harus
memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran,
menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan
konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil
belajar
Kompetensi
guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola pembelajaran. Titik
tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus
dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu menciptakan
dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar
anak dapat mengembangkan kompetensinya (Rusmini, 2003). Guru harus mampu
menafsirkan dan mengembangkan isi kurikulum yang digunakan selama ini pada
suatu jenjang pendidikan yang diberlakukan sama walaupun latar belakang sosial,
ekonomi dan budaya yang berbeda-beda (Nasanius Y, 1998).
4) Antar Hubungan dan Komunikasi
Pentingnya
komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri, adanya komunikasi yang
baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula
sebaliknya. Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan kepada
guru-guru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar kemungkinan
guru tidak akan datang mengajar. Contoh di atas menandakan betapa pentingnya
komunikasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad A. (2001) bahwa
kelupaan informasi dapat memberikan efek yang lebih besar terhadap kelangsungan
kegiatan.
Komunikasi
yang efektif adalah penting bagi semua organisasi oleh karena itu para pemimpin
organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan
menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka (Kohler, 1981). Guru dalam proses
pelaksanaan tugasnya perlu memperhatikan hubungan dan komunikasi baik antara
guru dengan Kepala Sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, dan guru
dengan personalia lainnya di sekolah. Hubungan dan komunikasi yang baik membawa
konsekwensi terjalinnya interaksi seluruh komponen yang ada dalam sistem
sekolah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru akan berhasil jika ada
hubungan dan komunikasi yang baik dengan siswa sebagai komponen yang diajar.
Kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi hubungan dan komunikasi yang
sehat di antara komponen sekolah sebab dengan pola hubungan dan komunikasi yang
lancar dan baik mendorong pribadi seseorang untuk melakukan tugas dengan baik.
5) Hubungan dengan Masyarakat
Menurut
Pidarta (1999) bahwa suatu sekolah tidak dibenarkan mengisolasi diri dari
masyarakat. Sekolah tidak boleh merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup
terhadap masyarakat sekitar, ia tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan
tidak mau tahu akan aspirasi–aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan
sekolah itu berdiri di daerahnya untuk meningkatkan perkembangan putra-putra
mereka. Sekolah merupakan sistem terbuka terhadap lingkungannya
termasuk masyarakat pendukungnya. Sebagai sistem terbuka sudah jelas tidak
dapat mengisolasi diri sebab bila hal ini ia lakukan berarti ia menuju ke
ambang kematian.
Menurut Soetjipto
dan Rafles Kosasi, (1999:26) Sekolah berada ditengah-tengah
masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi sebagai
Pisau bermata dua. Mata yang
pertama adalah menjaga kelestarian nilai-nilai positif yang ada dalam
masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat berlangsung dengan
baik. Mata yang kedua adalah sebagai lembaga yang mendorong perubahan
nilai dan tradisi sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta
pembangunan.
Hubungan
sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah
dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan
serta kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat
dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat
ini sebagai usaha kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi
dua arah yang efisien serta saling pengertian antara sekolah, personalia
sekolah dengan masyarakat. Hal ini dipertegas Mulyasa (2003) bahwa Tujuan
hubungan sekolah dengan masyarakat dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu:
Kepentingan
sekolah dan kebutuhan masyarakat; tujuan
hubungan masyarakat berdasarkan dimensi kepentingan sekolah antara lain : (1).
Memelihara kelangsungan hidup sekolah, (2). Meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah, (3). Memperlancar kegiatan belajar mengajar, (4). Memperoleh bantuan
dan dukungan dari masyarakat dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan
program-program sekolah. Tujuan hubungan berdasarkan kebutuhan masyarakat antara
lain : (1). Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2).
Memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat, (3). Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat, dan (4). Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang
terampil dan makin meningkatkan kemampuannya.
6) Kedisiplinan
The
Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut Disiplin
adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu
organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa
senang. Sedangkan
Good’s (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin
sebagai berikut
a.
Proses
atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan
guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih sangkil.
b.
Mencari
tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun
menghadapi rintangan
c.
Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan
hukuman atau hadiah.
d.
Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan
bahkan menyakitkan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
disiplin adalah ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan
secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu
keadaan di mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta
tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung.
7) Kesejahteraan
Faktor
kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru di
dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin
tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002) menegaskan bahwa
“terpenuhinya
berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan
apapun tugasnya”.
Menurut
Supriadi (1999) bahwa “tingkat
kesejahteraan guru di Indonesia sangat memprihatinkan, hanya setara dengan
kondisi guru di negara miskin di Afrika”. Rendahnya
tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila dibandingkan dengan
kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru umumnya lebih tinggi
dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya.
Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan
guru dalam mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta
didik, tetapi juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji
yang pantas serta berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru
telah layak diberikan oleh pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang
membolos karena mencari tambahan diluar (Denny Suwarja, 2003). Hal itu
tersebut dipertegas Pidarta (1999) yang menyatakan bahwa ”rata-rata gaji guru
di negara ini belum menjamin kehidupan yang layak”. Hampir semua guru bekerja
di tempat lain sebagai sambilan disamping pekerjaannya sebagai guru tetap
disuatu sekolah. Malah ada juga guru-guru yang melaksanakan pekerjaan sambilan
lebih dari satu tempat bahkan ada yang bekerja sambilan tidak di bidang
pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka ingin hidup layak bersama
keluargannya.
8) Iklim Kerja
Sekolah
merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang membentuk
satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam
sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling
berinteraksi menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil
hubungan individu dengan individu maupun dengan lingkungannya.
Menurut
Davis, K & Newstrom J.W (1996) bahwa “sekolah dapat dipandang dari dua
pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat orang
berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis merupakan
hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai tujuan bersama”.
Interaksi
yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan satu dengan
lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan tanggung jawab
pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan
yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan
iklim kerja yang baik.
Litwin
dan Stringer (dalam Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa “Iklim mempengaruhi kinerja guru.
Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat dirasakan dari sistem formal, gaya
informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan penting lainnya, yang menyangkut
sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi orang-orang yang bekerja pada
organisasi tersebut”.
Sedangkan menurut Henry A Marray dan Kurt Lewin (dalam Sutaryadi,
1990) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah “seperangkat karakteristik yang
membedakan antara individu satu dengan individu lainnya yang dapat mempangaruhi
perilaku individu itu sendiri, perilaku merupakan hasil dari hubungan antara
individu dengan lingkungannya”.
3.
Pengembangan
Kinerja Guru
Sergiovanni,
et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa: ”Perhaps the most critical difference between
the school and most other organization is the human intensity that characterize
its work. School are human organization in the sense that their products are
human and their processes require the sosializing of humans”.
Ini menunjukan
bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses
pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya
manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses
pendidikan/pembelajaran di sekolah, dan diantara SDM
tersebut yang paling berhubungan langsung dengan kegiatan
pendidikan/pembelajaran adalah Guru, sehingga bagaimana kualitas kinerja
Pendidik/Guru dalam proses pembelajaran akan memberikan dampak yang sangat
besar bagi kualitas hasil pembelajaran, yang pada akhirnya akan menentukan pada
kualitas lulusannya
4.
Konsep Kinerja Guru
Setiap
individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu
organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan
memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi
tersebut. Menurut Sulistyorini,( 2001:57) “Kinerja adalah tingkat keberhasilan
seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan”. Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa Tempe, A Dale, (1992:66)
Kinerja merupakan hasil dari
fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di dalamnya terdiri dari tiga
aspek yaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya;
Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi; Kejelasan
waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil yang
diharapkan dapat terwujud.
Fatah (1996:36) menegaskan bahwa kinerja
diartikan sebagai “Ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan
motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan”.
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian
kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja guru adalah kemampuan yang
ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja
dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
5.
Indikator-Indikator Kinerja Guru
Kinerja
merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka dipandang penting
untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan “Kulminasi
atau puncak dari tiga elemen yang saling berkaitan yakni keterampilan,
upaya sifat keadaan dan kondisi eksternal” (Sulistyorini, 2001). Tingkat
keterampilan merupakan bahan mentah yang dibawa seseorang ke tempat kerja
seperti pengalaman, kemampuan, kecakapan-kecakapan antar pribadi serta
kecakapan tehknik. Upaya tersebut diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan
pegawai untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan
kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung
produktivitas kerja.
Kinerja dapat dilihat dari
beberapa kriteria, menurut Castetter (dalam Mulyasa, 2003:12) mengemukakan
ada empat kriteria kinerja yaitu: ”(1). Karakteristik
individu, (2). Proses, (3). Hasil dan (4) Kombinasi antara karakter individu,
proses dan hasil. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian
antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru
pada bidang tugasnya”. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara
mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan
keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka,
juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan
menghambat perkembangan moral kerja guru.
Menurut
Pidarta (1999:76) bahwa “Moral kerja positif ialah suasana bekerja
yang gembira, bekerja bukan dirasakan sebagai sesuatu yang dipaksakan
melainkan sebagai sesuatu yang menyenangkan”. Moral kerja yang positif
adalah mampu mencintai tugas sebagai suatu yang memiliki nilai keindahan di
dalamnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan
pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya. Hal ini dipertegas oleh
Munandar (1992:24) yang mengatakan bahwa ”Kemampuan bersama-sama dengan bakat
merupakan salah satu faktor yang menentukan prestasi individu, sedangkan
prestasi ditentukan oleh banyak faktor diantaranya kecerdasan”.
Kemampuan terdiri dari berbagai
macam, namun secara konkrit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a.
Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang dibutuhkan
seseorang untuk menjalankan kegiatan mental, terutama dalam
penguasaan sejumlah materi yang akan diajarkan kepada siswa yang sesuai
dengan kurikulum, cara dan metode dalam menyampaikannya dan cara berkomunikasi
maupun tehknik mengevaluasinya.
b.
Kemampuan fisik adalah kapabilitas fisik yang dimiliki
seseorang terutama dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya (Daryanto, 2001).
Kinerja
dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja yaitu perasaan individu terhadap
pekerjaan yang memberikan kepuasan bathin kepada
seseorang sehingga pekerjaan itu disenangi dan digeluti dengan baik. Untuk
mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja
dengan berpedoman pada parameter dan indikator yang ditetapkan yang diukur
secara efektif dan efisien seperti produktivitasnya, efektivitas menggunakan
waktu, dana yang dipakai serta
bahan
yang tidak terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan
dengan cara membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman
sekerja atau mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan
perintah atau tugas yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan
dengan orang lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat As’ad (1995) dan Robbins
(1996) yang menyatakan bahwa “Dalam melakukan evaluasi kinerja seseorang dapat
dilakukan dengan menggunakan tiga macam kriteria yaitu: “(1). Hasil tugas,
(2). Perilaku dan (3). Ciri individu. Evaluasi hasil tugas adalah
mengevaluasi hasil pelaksanaan kerja individu dengan beberapa kriteria
(indikator) yang dapat diukur”.
Evaluasi
perilaku dapat dilakukan dengan cara membandingkan perilakunya dengan rekan
kerja yang lain dan evaluasi ciri individu adalah mengamati karaktistik
individu dalam berprilaku maupun berkerja, cara berkomunikasi dengan orang lain
sehingga dapat dikategorikan cirinya dengan ciri orang lain. Evaluasi atau
Penilaian kinerja menjadi penting sebagai feed back sekaligus sebagai follow
up bagi perbaikan kinerja selanjutnya. Menilai
kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi :
”(1). Unjuk kerja, (2). Penguasaan Materi, (3). Penguasaan profesional keguruan
dan pendidikan, (4). Penguasaan cara-cara penyesuaian diri, (5). Kepribadian untuk melaksanakan
tugasnya dengan baik” (Sulistyorini, 2001).
Kinerja
guru sangat penting untuk diperhatikan dan dievaluasi karena guru mengemban
tugas profesional artinya tugas-tugas hanya dapat dikerjakan dengan kompetensi
khusus yang diperoleh melalui program pendidikan. Guru memiliki tanggung
jawab yang secara garis besar dapat dikelompokkan yaitu: “(1). Guru sebagai
pengajar, (2). Guru sebagai pembimbing dan (3). Guru sebagai administrator
kelas” (Danim S, 2002).
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain:
1)
Kemampuan
membuat perencanaan dan persiapan mengajar.
2) Penguasaan
materi yang akan diajarkan kepada siswa
3)
Penguasaan
metode dan strategi mengajar
4)
Pemberian
tugas-tugas kepada siswa
5)
Kemampuan
mengelola kelas
6) Kemampuan
melakukan penilaian dan evaluasi.
C.
Metode
Penelitian
Model
dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif merupakan metode penelitian
yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya
(Best,1982:119). Penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana
pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan
keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang
diteliti sesuai dengan apa adanya. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan
dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik objek dan sobjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangan
akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak di lakukan oleh para
penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa
sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua,
metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang
berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.
D.
Hasil
Penelitian
Pengkajian akan dimulai dari
profesionalitas guru yang meliputi kemampuan mendidik, mengajar, membimbing dan
melatih. Kapabilitas guru dalam membantu pengembangan dan pengelolaan
pembelajaran. Kinerja guru dilihat dari proses hasil belajar.
1)
Profesionalitas guru dilihat dari kemampuan
mendidik, mengajar, membimbing dan melatih di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis
Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru dapat ditinjau
dari berbagai sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran
telah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi
dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala
sekolah, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak
didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan
profesional guru perlu dilakukan secara kontinu seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Suatu contoh, disaat ini banyak guru
yang menggunakan media LCD dalam kegiatan belajar mengajar, apabila guru
tersebut tidak menguasai teknologi maka ia akan tertinggal oleh guru-guru yang
memang menguasai IPTEK, ia hanya menulis di papan kemudian para siswa mencatat.
Selain itu, di era seperti ini banyak informasi-informasi yang disajikan lewat
internet. Apabila guru gagap teknologi maka ia akan ketiggalan informasi yang
seharusnya wajib ia ketahui.
Kedua, ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya
peningkatan kemampuan profesional guru merupakan hak setiap guru. Artinya,
setiap pegawai berhak mendapat pembinaan secara kontinu, apakah dalam bentuk
supervisi, studi banding, tugas belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Pemenuhan
hak tersebut, bilamana dilakukan dengan sebaik-baiknya, guru tidak hanya
semakin mampu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya,
melainkan juga semakin puas, memiliki moral atau semangat kerja yang tinggi,
dan berdisiplin.
Ketiga, ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas
pembelajaran di sekolah yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara
hati-hati oleh guru mengandung risiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran
yang mengandung risiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses
pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru menggunakan bahan-bahan
kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan dilaksanakan secara
profesional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu,
seperti peledakan bahan kimia, tersentuh jaringan listrik, dan sebagainya.
Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai kecelakaan atau menjamin
keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secara kontinu.
Keempat, peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan
dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Sebagaimana
ditegaskan bahwa salah satu ciri implementasi manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah adalah kemandirian dari seluruh stakeholder sekolah,
salah satunya dari guru. Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan
kemampuan profesional kepada dirinya.
Jadi, dari uraian di atas sudah
jelas bahwa peningkatan profesionalisme guru memang sangat penting, baik
ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dari kepuasan dan
moral kerja, dari keselamatan kerja serta dalam rangka manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah.
Penerapan sikap keprofesionalime
guru dapat diketahui dari bagaimana seorang guru tersebut mampu menerapkan
metode pembelajaran yang merupakan cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi
contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Banyak metode pembelajaran yang
dapat dipergunakan dalam menyajikan pelajaran kepada siswa-siswa, seperti
metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, penampilan, metode studi
mandiri, pembelajaran terprogaram, latihan sesama teman, simulasi, karya
wisata, induksi, deduksi, simulasi, studi kasus, pemecahan masalah, insiden,
seminar, bermain peran, proyek, praktikum, dan lain-lain.
Seorang guru kadang-kadang merasa
kaku dalam mempergunakan satu atau dua metode, dan menterjemahkan metode itu
secara sempit dan menerapkan metode di kelas dengan metode yang pernah ia baca.
Metode pembelajaran merupakan cara untuk menyampaikan, menyajikan, memberi
latihan, dan memberi contoh pelajaran kepada siswa. Dengan demikian metode
dapat dikembangkan dari pengalaman, seseorang guru yang berpengalaman dia
dapat menyuguhkan materi kepada siswa, dan siswa mudah menyerapkan materi yang
disampaikan oleh seorang guru secara sempurna dengan memepergunakan metode yang
dikembangkan dengan dasar pengalamannya, metode-metode dapat dipergunakan
secara variatif, dalam arti kata tidak monoton dalam satu metode.
Dalam proses belajar mengajar, guru
dihadapkan untuk memilih metode-metode dari sekian banyak metode yang telah
ditemui para ahli sebelum ia menyampaikan materi pengajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Namun dalam hal ini seorang guru tidak asal memilih metode
pembelajarannya tetapi harus memenuhi pertimbangan-pertimbangan diantaranya
harus memperhatikan tujuan pembelajaran, pengetahuan awal siswa, bidang
studi/pokok bahasan/aspek, alokasi waktu dan sarana penunjang, jumlah siswa
serta pengalaman dan kewibawaan pengajar (Yamin, 2006: 148).
Penentuan tujuan pembelajaran
merupakan syarat mutlak bagi guru dalam memilih metode yang akan digunakan di
dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang
hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki
siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode
pembelajaran. Misalnya, seorang guru Olahraga & Kesehatan menetapkan tujuan
pembelajaran agar siswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola dengan baik
dan benar. Dalam hal ini metode yang dapat membantu siswa-siswa mencapai tujuan
adalah metode ceramah, guru memberi instruksi, petunjuk, aba-aba, dan
dilaksanakan di lapangan, kemudian metode demonstrasi, siswa-siswa
mendemonstrasikan cara menendang bola dengan baik dan benar, selanjutnya dapat
digunakan metode pembagian tugas, siswa-siswa kita tugasi bagaimana menjadi
kiper, kapten, gelandang, dan apa tugas mereka, dan bagaimana mereka dapat
bekerja sama dan menendang bola. Pengetahuan awal siswa juga perlu diperhatikan
karena dengan guru mengetahui seberapa pengetahuan siswa maka selanjutnya guru
tersebut bisa menentukan metode apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
Pengetahuan awal dapat berasal dari pokok bahasan yang akan diajarkan, jika
siswa tidak memiliki prinsip, konsep dan fakta atau memiliki pengalaman, maka
kemungkinan besar mereka belum dapat dipergunakan metode yang bersifat belajar
mandiri, penampilan, latihan dengan teman, sumbang saran, praktikum, bermain
peran dan lain-lain. Untuk mengetahui pengetahuan awal siswa biasanya guru
dapat melakukan pretes tertulis maupun tanya jawab diawal pelajaran. Begitu
juga dengan bidang studi harus diperhatikan. Program pendidikan akademik yang
bidang studinya berkaitan dengan keterampilan, maka metode yang akan digunakan
lebih berorientasi pada masing-masing ranah (kognitif, afektif dan
psikomotorik) yang terdapat dalam pokok bahasan. Misalnya pokok bahasan
psikomotorik maka metode yang pergunakan lebih cocok ke metode demonstrasi dan
lain-lain.
Mengenai alokasi waktu dan sarana
penunjang juga merupakan pertimbangan dalam menentukan metode
pembelajaran karena apabila guru menggunakan metode yang kurang tepat maka
proses belajar mengajar akan menjadi terhambat. Selain itu hal terpenting
lainnya yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu metode pengajaran adalah
jumlah siswa. Jumlah siswa ini sangat menentukan efektif atau tidaknya
proses pembelajaran di kelas. Apabila ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang
banyak metode ceramah yang lebih efektif, di samping metode ceramah guru dapat
melaksanakan tanya jawab, dan diskusi.
Di bawah ini digambarkan
sinkronisasi antara metode dengan kemampuan yang akan dicapai berdasarkan
indikator yang telah dirancang atau disepakati oleh guru atau guru bersama
siswa. Nantinya diharapkan guru, pelatih dan instruktur dapat memilih metode
apa yang paling tepat dengan mempertimbangkan jumlah siswa, alat, fasilitas,
biaya, dan waktu.
No.
|
Metode
|
|
Kemampuan yang akan dicapai berdasarkan
indikator
|
1.
|
Ceramah
|
:
|
Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur.
|
2.
|
Demonstrasi
|
:
|
Menjelaskan
suatu ketrampilan berdasarkan standart prosedur tertentu.
|
3.
|
Tanya jawab
|
:
|
Mendapatkan umpan balik/partisipasi/menganalisis
|
4.
|
Penampilan
|
:
|
Melakukan
suatu ketrampilan.
|
5.
|
Diskusi
|
:
|
Menganalisis/memecahkan masalah.
|
6.
|
Studi
Mandiri
|
:
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensintesis/
Mengevaluasi/melakukan
sesuatu baik yang bersifat kognitif maupun psikomotor
|
7.
|
Kegiatan pembelajaran terprogram
|
:
|
Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur
|
8.
|
Latihan
bersama teman
|
:
|
Melakukan
sesuatu ketrampilan
|
9.
|
Simulasi
|
:
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisais suatu konsep dan prinsip.
|
10.
|
Pemecahan
masalah
|
:
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis
konsep/prosedur/prinsip tertentu
|
11.
|
Studi kasus
|
:
|
Menganalis dan memecahkan masalah.
|
12.
|
Insiden
|
:
|
Menganalis
dan memecahkan masalah
|
13.
|
Praktikum
|
:
|
Melakukan sesuatu ketrampilan.
|
14.
|
Proyek
|
:
|
Melakukan
sesuatu/menyusun laporan suatu kegiatan.
|
15.
|
Bermain peran
|
:
|
Menerapkan suatu konsep/prinsip
|
16.
|
Seminar
|
:
|
Menganalisis/memecahkan
masalah
|
17.
|
Simposium
|
:
|
Menganalisis masalah
|
18.
|
Tutorial
|
:
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis
konsep/prosedur/prinsip tertentu
|
19.
|
Deduksi
|
:
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep/prosedur/prinsip tertentu
|
20.
|
Induksi
|
:
|
Mensintesis
suatu konsep
|
21.
|
Computer assisted learning
|
:
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensintesis/
Mengevaluasi
|
Seorang
guru yang profesional akan mampu
menyesuaikan kondisi yang tepat pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Mereka akan mampu menerapkan metode apa yang tepat untuk diberikan
kepada anak didiknya. Mereka yang profesional akan terlihat dari bagaimana cara
mereka menyajikan materi kepada para siswa. Jadi, melalui implementasi metode
pembelajaran ini dapat diketahui bagaimanakah guru yang profesional dalam hal
penguasaan cara mengajar.
Guru
profesional seharusnya memiliki empat kompetisi, yaitu kompetisi pedagogis,
kognitif, personaliti dan sosial (Riva, Dede M, 2007). Oleh karena itu, selain
terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan bijak dan dapat
bersosialisasi dengan baik. Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan
khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, (3)
memiliki kualifikasi akademik dan latar pendidikan sesuai dengan bidang tugas,
(4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (5)
memiliki tanggung jawab atas keprofesionalan, (6) memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (7) memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat, (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, (9) memilki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan yang
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru
(Undang-Undang Dasar tentang Guru dan Dosen, 2006: 7).
Bila
kita mencermati prinsip-prinsip di atas, kondisi kerja pada dunia pendidikan di
Indonesia masih memiliki titik lemah pada hal-hal berikut (1) kualifikasi dan
latar belakang tidak sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak diantara
guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan
dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, (2) tidak memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. Guru profesional seharusnya
memiliki empat kompetensi yaitu kompetisi pedagogis, kognitif,
personaliti dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru
juga memiliki pengetahuan bijak dan dapat bersosialisasi dengan baik, (3)
Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Sementara ini guru
berprestasi dan tidak berprestasi mendapatkan penghasilan yang sama. Memang
benar sekarang terdapat program sertifikasi, namun program tersebut tidak
memberikan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh
guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah yang akhirnya akan berpotensi subyektif,
(4) kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan.
Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong
guru ke arah pengembangan kompetensi diri dan karir. Hal itu dapat dilihat
dengan munculnya beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program
kecerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan
berkala dan sebagainya. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he
does his job well artinya guru haruslah orang yang mempunyai insting
pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus
menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki
sikap integritas profesional. Dengan integritas, barulah seorang guru menjadi
teladan. Menyadari banyaknya guru yang belum memenui kriteria profesional, guru
dan penanggung jawab pendidikan harus mengambil langkah kongkrit. Hal-hal yang
dapat dilakukan diantaranya (1) penyelenggaraan pelatihan. Dasar
profesionalisme adalah kompetensi, sementara itu, pengembangan kompetensi
mutlak harus berkelanjutan, caranya tiada lain dengan pelatihan, (2) pembinaan
perilaku kerja.
Menurut
Supratno (2006: 10), untuk lebih mendukung tercapainya peningkatan kemampuan
profesionalisme guru, pemerintah dalam hal ini Depdiknas senantiasa secara
periodik memfasilitasi kegiatan melalui:
- Peningkatan kualitas guru melalui penyelenggaraan penyetaraan
disetiap jenjang pendidikan.
- Peningkatan kemampuan profesionalisme guru melalui kegiatan
penataran/pelatihan bekerja sama dengan lembaga-lembaga penalaran atau
diklat.
- Memotifasi pengembangan kelompok kerja guru melalui PKG, PSB
SPKG, PPPG dan sebagainya.
- Penyesuaian penataan/ pemerataan jumlah guru dalam
berbagai jumlah studi/mata pelajaran guna memenui kebutuhan kurikulum.
- Mensubsidi bantuan tenaga guru serta melakukan pembinaan mutu
guru pada setiap sekolah khususnya sekolah swasta.
- Melakukan pembinaan karir guru sesuai jabatan fungsional guru.
- Secara periodik berusaha meningkatkan guru melalui berbagai
cara atau terobosan.
Upaya-upaya
peningkatan profesionalitas guru ini harus dilakukan secara sistematis, dalam
arti direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas dan dievaluasi
secara obyektif. Seharusnya yang melakukan upaya peningkatan profesionalisme
guru ini tidak hanya para kepala sekolah maupun pemerintah tetapi yang paling
menentukan yaitu guru yang bersangkutan. Walaupun telah diikutkan pelatihan
atau telah disupervisi tanpa disertai kemauan dan kesadaran dari guru yang
bersangkutan, maka semua kegiatan yang dilakukan akan sia-sia.
Profesionalisme
guru sangat diperlukan dalam peningkatan mutu pendidikan, karena guru merupakan
salah satu komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila
tenaga pengajar ini bisa dengan profesional melaksanakan tugasnya maka kualitas
peserta didik juga akan baik. Setiap guru harus mengetahui bagaimana guru
dikatakan profesional, sebab dengan pengetahuan tersebut guru bisa menyesuaikan
keadaan yang ada pada dirinya, dalam arti apabila guru tersebut merasa dirinya
kurang profesional maka diharapkan akan berusaha meningkatkan keprofesionalisme
dirinya. Peningkatan profesionalisme guru ini sangat penting demi terwujudnya
sumber daya yang berkualitas yang dapat diandalkan. Seorang guru yang
professional dapat dilihat dari implementasinya dalam menggunakan metode
pembelajaran pada proses kegiata belajar mengajar. Profesionalisme guru dapat
ditingkatkan melalui berbagai upaya baik itu melalui kegiatan seminar,
pelatihan, adanya sertifikasi, melalui kegiatan penyuluhan dan lain-lain.
2. Kapabilitas
Guru Dalam Membantu Pengembangan dan Pengelolaan Program Pembelajaran di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis
Pembangunan
guru yang berkualitas guna menunjang pembentukan pendidikan bermutu tidak
sebatas bergatung pada program pendidikan guru yang ditempuhnya. Pengembangan
kualitas guru sesungguhnya adalah terletak pada kemauan dan kemampuan guru
untuk mengembangkan dirinya ketika mereka sudah menduduki jabatan guru. Dengan
kata lain, pembangunan kualitas guru terletak pula pada usaha membangun
kapabilitas guru itu sendiri. Minimal ada lima kapabilitas yang harus terus
menerus dibangun guru dalam rangka mengembangkan kualitasnya (Darling-Hammond.
et.al. ,1999; Nicholss, G., 2002, dan Lang dan Evans, 2006). Kelima kapabilitas
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
- Kapabilitas pertama yang harus terus dibangun guru adalah
konten pengetahuan yang diajarkan. Kapabilitas ini berhubungan dengan
kemampuan guru untuk terus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan
penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan
yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan up-to-date. Kapabilitas
ini juga berhubungan dengan kemampuan guru dalam memahami kurikulum yang
berlaku sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakannya benar-benar berorientasi
pada kurikulum terbaru. Selain itu, kapabilitas ini berkaitan erat dengan
kemampuan guru untuk senantiasa berpikir kritis memaknai setiap materi
ajar sehingga akan mampu memperluas pengetahuan siswa dan bahwa mampu
merestrukturisasi pengetahuan agar sejalan dengan potensi dan kebutuhan
siswa. Melalui pembangunan kapabilitas ini jelaslah sosok guru yang
berkualitas bukanlah sebuah impian belaka.
- Kapabilitas kedua adalah tingkat konseptualisasi. Kapabilitas
ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk mengidentifikasi wilayah
pengembangan dirinya sehingga guru akan mampu secara terus menerus
meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Kapabilitas ini jug berhubungan
pula dengan kemampuan guru dalam menerapkan konsep dan ide-ide kreatifnya
dalam setiap proses pembelajaran. Lebih lanjut, kapabilitas ini
mempersyaratkan kemampuan guru untuk membuat desain rencana pengembangan
professional dirinya secara tepat guru dan berhasil guna. Melalui desain
rencana pengembangan professional yang dibuat guru, guru akan mampu
merencanakan berbagai aktivitas pengembangan diri sehingga mitos guru
adalah individu statis akan tertepiskan.
- Kapabilitas yang ketiga berhubungan dengan kemampuan guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru yang kapabel adalah guru yang
senantiasa memilih pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang
tepat sesuai materi dan karakteristik siswa. Melalui pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat inilah guru lebih jauh diharapkan mampu mengelola
kelas sehingga berbagai tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai.
Sejalan dengan kenyataan ini, guru harus secara berkesinambungan
meningkatkan pengetahuannya tentang berbagai strategi pembelajaran terkini
sehingga guru tidak hanya terpaku menggunakan satu jenis strategi
pembelajaran.
- Kapabilitas keempat adalah komunikasi interpersonal.
Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru dalam menjalin
komunikasi dengan siswa sehingga guru akan benar-benar memahami
karakteristik siswa dan mengetahui kebutuhan siswa. Selain kemampuan berkomunikasi
dengan siswa, kapabilitas ini berkenaan dengan kemampuan guru
berkomunikasi dengan seluruh unsur sekolah dan orang tua siswa. Melalui
berbagai jenis komunikasi ini guru diharapkan mampu memainkan peran
pentingnya dalam mencetak lulusan yang unggul.
- Kapabilitas terakhir adalah ego. Kapabilitas ini berhubungan
dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun responsibilitas
diri terhadap lingkungan. Hal ini berarti guru yang kapabel adalah guru
yang memperhatikan diri sendiri dan orang lain, merespons positif segala
bentuk masukan yang dia terima, bersikap objektif, membantu orang lain
untuk berkembang, berpikir positif, dan senantiasa meningkatan self
esteem. Melalui pembangunan kapabilitas kelima ini diharapkan guru akan
mampu merefleksi diri sehingga kompetensinya akan senantiasa berkembang.
Berbagai kapabilitas yang telah dikemukakan tersebut pada prinsipnya
merupakan wilayah pengembangan guru yang harus secara terus-menerus
dikembangkan. Melalui kepemilikan dan pengembangan kelima kapabilitas
tersebut, guru akan mampu memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan
pembelajaran, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan merefleksi
kritis kinerjanya sebagai wujud nyata sosok guru yang berkualitas.
Mewujudkan
Guru sebagai Peneliti. Aspek lain yang penting dalam rangka membangun kualitas
guru adalah usaha mewujudkan guru sebagai peneliti. Hal ini sejalan dengan
kenyataan bahwa guru harus mampu merefleksi diri dan kinerjanya. Melalui usaha
ini guru akan mengetahui kekuranganya dan sekaligus mampu memperbaikinya. Lebih
lanjut, melalui penelitian yang dilakukan guru, pembelajaran yang dilaksanakan
akan lebih efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
Pertanyaannya
adalah penelitian seperti apa yang cocok dilakukan guru? Jenis penelitian yang
tepat digunakan tentu saja adalah penelitian tindakan kelas. Sebagaimana telah
kita ketahui bahwa penelitian tindakan kelas pada dasarnya adalah penelitian
yang dilakukan guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Penelitian ini
menitikberatkan kajian atas kegiatan praktis pembelajaran yang dilakukan guru
dalam menjalankan tugas keseharianya. Dengan demikian, melalui penelitian ini
guru akan secara sadar dan terus menerus melakukan analisis atas kelemahan
pembelajaran yang dilaksanakannya serta memperbaiknya dengan melaksanakan
berbagai tindakan perbaikan.
Pelaksanaan
penelitian di dalam kelas merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidik untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya akan memberi
dampak positif ganda. Pertama, peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata. Kedua, peningkatan kualitas
isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Ketiga, peningkatan keprofesionalan
pendidik. Keempat, penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian.
Berdasarkan
uraian di atas, jelaslah bahwa mewujudkan guru sebagai penelitian pada dasarnya
adalah usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru sepajang kariernya. Lebih
jauh melalui prosedur penelitian yang dilakukannya, guru dapat mengembangkan
pengetahuan professional sehingga diharapkan guru akan mampu membanggun
pengetahuannya secara mandiri. Akhirnya diharapkan guru di sekolah akan menjadi
kaya dengan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. Sosok guru yang demikian
jelaslah merupakan sosok guru yang berkualitas yang akan sangat mendukung
terbentuknya pendidikan bermutu.
Hasil
wawancara dengan para kepaal sekolah dan guru MTs. Babakan
Kabupaten Ciamis bahwa pendidikan bermutu tidak akan terwujud tanpa adanya guru
berkualitas. Sejalan dengan kenyataan tersebut, upaya awal yang harus dilakukan
untuk mewujudkan pendidikan bermutu adalah meningkatkan kualitas guru. Melalui
peningkatan mutu guru, guru akan mampu mengembangkan mutu pembelajaran yang
dilaksanakannya. Peningkatan mutu pembelajaran ini akan berdampak pada
peningkatan mutu lulusan. Pada akhirnya kepemilikan karakter guru yang efektif
akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Melalui guru yang berkualitas,
pendidikan bermutu bukan sebuah keniscayaan. Semoga.
3. Kinerja Guru Dilihat Dari Proses
dan Hasil Belajar di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis
Seorang guru harus memiliki kepribadian sejati. Kepribadian sejati
berhubungan dengan kepribadian yang ditunjang oleh penemuan visi, kepemimpinan dan pengelolaan diri
yang baik. Kepribadian berhubungan dengan potret diri yang dilandasi
mentalitas, moralitas dan spriritualitas yang baik. Visi berhubungan dengan
ekpresikeinginan tujuan, dan makna hidup pribadi. Kepemimpinan pribadi
berhubungan dengan jiwa dan sika serta perjuangan yang memiliki nilai-nilai dan
prinsip hidup. Pengelolaan pribadi berhubungan dengan aktifitas diri yang
terkendali untuk mencapai efektifitas pribadi yang fokus pada visi dan tujuan
hidup.
Visi misi pribadi adalah suatu pernyatan ekspresi pribadi yang
menyatakan tujuan dan makna hidup pribadi. Contoh visi misi guru; Setiap
pengajaran yang saya berikan mengalir bagai air menyatu dengan alam. Niat saya
semata-mata mendapat ridha Allah untuk mengkader peserta didik menjadi generasi
qur’ani melalui perubahan paradigma dan penanaman aqidah. Dan lebih berarti
sehingga tugas ibadah dan kekhalifahan saya adalah mampu menguak rahasia
sunnatullah dan saya bermanfaat untuk umat melalui peserta didik saya atau
masyarakat binaan saya. Setelah visi misi dan tujuan jelas, sebagai guru harus
meningkatkan kualitas iman dan Islam, kualitas pola pikir, kualitas proses
pengajaran, kualitas hasil pengajaran dan kualitas hidup pribadi.
Perihal yang perlu dilakukan guru adalah merencanakan, menggunakan
waktu dengan baik, berpikir sehat dan bertindak objektif serta bertanggungjawab
dan menggunkan kecakapan akademis, kecakapan intuitif dan kecakapan rasa serta
melaksanakan tupoksi guru. Visi, menjadi mujtahid melalui profesi guru. Untuk
itu saya harus mewujudkan secara lebih ekpresif
Guru merupakan salah satu
faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi
strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan
perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya.
Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan
peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang
diharapkan. Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi
perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan pendidikan. Untuk itu dalam
menunjang kegiatan guru, diperlukan iklim sekolah yang kondusif dan hubungan
yang baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru,
tenaga administrasi dan siswa. Serta hubungan baik antar unsur-unsur yang ada
di sekolah dengan orang tua siswa maupun masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka kinerja guru
harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan
kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global semakin ketat.
Kinerja guru (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Upaya-upaya untuk
meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi
disamping cara-cara yang lain.
Guru hakekatnya adalah
sebuah jabatan profesi yang dalam kiprahnya membutuhkan suatu keahlian khusus
dibidangnya, memiliki komitmen dan tanggung jawab moral dalam mengantar para
peserta didik pada dunia kehidupan yang lebih dewasa dan berguna bagi semua,
memiliki kecintaan, keikhlasan kepedulian pada profesi yang diembannya.
Guru hakekatnya adalah
sebuah jabatan profesi yang dalam kiprahnya membutuhkan suatu keahlian khusus
dibidangnya, memiliki komitmen dan tanggung jawab moral dalam mengantar para
peserta didik pada dunia kehidupan yang lebih dewasa dan berguna bagi semua,
memiliki kecintaan, keikhlasan kepedulian pada profesi yang diembannya. Menurut uu guru dan dosen no.14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1
dinyatakan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah”. Upaya pofesionalisme jabatan guru memang berkaitan
erat dengan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa,
artinya bahwa peningkatan hasil belajar siswa ditentukan oleh kualitas
pembelajaran dan kualitas guru atau profesionalisme guru.
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu
proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru
dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat
diterima, dmatematikahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam
proses pembelajaran. Selain itu pembelajaran pada hakikatnya adalah proses
sebab-akibat. Guru sebagai pengajar merupakan penyebab utama terjadinya proses
pembelajaran siswa, meskipun tidak semua perbuatan belajar siswa merupakan
akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu, guru sebagai figur sentral, harus
mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong
terjadinya perbuatan siswa yang aktif, kreatif, dan efisien.
Akan tetapi pada kenyataannya proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru belum maksimal sesuai apa yang
diharapkan. Hal itu berdasarkan hasil penjajagan yang telah dilakukan oleh
peneliti dimana permasalahan yang muncul atau mengemuka ke permukaan antara
lain : 1) Lemahnya pengelolaan, pengorganisasian dan pengembangan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 2) Cara belajar siswa masih bersifat
klasikal dimana siswa masih sebatas mendengarkan dan melihat bahan ajar yang
disampaikan guru, 3) Penyampaian bahan ajar yang dilakukan oleh guru masih
bersifat klasikal maupun verbalisme, 4) Keterbatasan kemampuan guru dalam
mengaplikasikan bahan ajar melalui metode maupun media pembelajaran yang ada
dan 5) Minimnya pengetahuan guru dalam penggunaan metode maupun media
pembelajaran dalam penyampaian bahan ajar.
Selain dari permasalahan guru, berdasarkan
hasil identifikasi dan pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti di
lapangan dimana penelitian yang peneliti lakukan juga bersumber dari
permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa di lapangan (di sekolah). Adapun
permasalahan yang muncul dari siswa antara lain : rendahnya hasil belajar
siswa, rendahnya kreativitas siswa dalam proses berfikir serta orang tua pada
umumnya kurang dapat merangsang maupun memotivasi siswa untuk giat dalam
belajar hal itu desebabkan oleh tingkat pendidikan orang tua yang cukup rendah
sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa tersebut.
Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti bahwa masalah yang terkait dengan kinerja guru
disekolah khususnya di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis pada
dasarnya bermuara pada lemahnya pengelolaan, pengorganisasian dan pengembangan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta rendahnya hasil belajar
siswa. Upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan harus lebih
dititikberatkan kepada peningkatan mutu sumber daya manusia dalam hal ini
adalah guru. Dalam konteks ini, program peningkatan mutu kinerja guru sangat
relevan dan sangat strategis, untuk mengembangkan kreativitas siswa sekaligus
peningkatan hasil belajar siswa mengingat fungsi dan perannya sebagai pengelola
disatuan lembaga pendidikan di tingkat operasional.
Dengan memperhatikan dapat disimpulkan bahwa
peran kinerja individu guru itu memiliki peran yang luar biasa terhadap dunia
pendidikan. Maju dan mundurnya dunia pendidikan ditentukan oleh kinerja para
guru. Guru-guru yang hebat akan menghasilkan (output) yang hebat pula. Kinerja individu guru sangat dipelukan
guna meningkatkat kualitas pendidikan.
E.
Kesimpulan
Setelah melakukan serangkaian kegiatan
penelitian, termasuk di dalamnya membahas hasil penelitian, akhirnya dapat
diambil suatu simpulan. Simpulan dimaksud sebagai berikut:
1. Profesionalitas guru dilihat dari kemampuan
mendidik, mengajar, membimbing dan melatih di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis yang menjadi objek
penelitian ini berdasarkan hasil jawaban responden dinyatakan baik. Guru telah
berupaya dalam menciptakan profesionalnya yaitu, memiliki keterampilan
mengajar yang baik; guru yang mempunyai kompetensi pedagogik tinggi adalah guru
yang senantiasa mempunyai ketrampilan mengajar yang sangat baik, yaitu dengan berbagai
cara dalam memilih model, strategi dan metode pembelajaran yang tepat sesuai
dengan karakteristik Kompetensi Dasar dan karakteristik peserta didiknya.
Memiliki Wawasan yang luas; Seorang Guru secara terus menerus mengembangkan
dirinya dengan meningkatkan penguasaan pengetahuan secara terus menerus
sehingga pengetahuan yang dimilikinya senantiasa berkembang mengikuti
perkembangan jaman. Menguasai Kurikulum; kurikulum dapat berubah sesuai dengan
kebutuhan pengguna lulusan dan masukan para pakar. Menguasai
media pembelajaran; Guru mampu menguasai media pembelajaran, Pengembangan
alat/media pembeljaran dapat berbasis kompetensi lokal maupun modern dan
berbasi ICT. Penguasaan teknologi; Penguasaan teknologi mutlak diperlukan oleh
guru. Guru menguasai materi dan sekaligus metode penelitiannya sesuai dengan
kedalaman materi yang diajarkan. jaringan dengan Perguruan Tinggi, Lembaga
Penelitian dan Instansi yang terkait lainnya.
Memiliki kepribadian yang baik; Jika seorang pendidik mempunyai karakter
seperti diatas, akan disenangi oleh peserta didik, dengan sendirinya akan
disenangi ilmu yang diajarkannya juga. Menjadi teladan yang baik; Guru menjadi
teladan yang baik bagi peserta didiknya. Untuk memperoleh jawaban tentang
ciri-ciri ideal seorang guru yang dapat dijadikan teladan oleh peserta didik,
peling tidak harus melakukan pendekatan terhadap peserta didiknya.
2. Kapabilitas guru dalam membantu pengembangan
dan pengelolaan program pembelajaran di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis yang
menjadi objek penelitian ini berdasarkan hasil jawaban responden dinyatakan
baik. Hal tersebut dilihat dari kapabilitas
pertama yang dibangun guru adalah konten pengetahuan yang diajarkan.
Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk terus mengembangkan
dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus
sehingga pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan
up-to-date. Kapabilitas kedua adalah tingkat konseptualisasi. Kapabilitas ini
berhubungan dengan kemampuan guru untuk mengidentifikasi wilayah pengembangan
dirinya sehingga guru akan mampu secara terus menerus meningkatkan kompetensi
yang dimilikinya. Kapabilitas yang ketiga berhubungan dengan kemampuan guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru yang kapabel adalah guru yang senantiasa
memilih pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang tepat sesuai
materi dan karakteristik siswa. Melalui pemilihan strategi pembelajaran yang
tepat inilah guru lebih jauh diharapkan mampu mengelola kelas sehingga berbagai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Sejalan dengan kenyataan
ini, guru harus secara berkesinambungan meningkatkan pengetahuannya tentang
berbagai strategi pembelajaran terkini sehingga guru tidak hanya terpaku
menggunakan satu jenis strategi pembelajaran. Kapabilitas keempat adalah
komunikasi interpersonal. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru
dalam menjalin komunikasi dengan siswa sehingga guru akan benar-benar memahami
karakteristik siswa dan mengetahui kebutuhan siswa. Kapabilitas terakhir adalah
ego. Kapabilitas ini berhubungan dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha
membangun responsibilitas diri terhadap lingkungan.
3. Kinerja guru dilihat dari proses dan hasil
belajar di MTs. Babakan Kabupaten
Ciamis yang menjadi objek penelitian ini berdasarkan hasil jawaban
responden dinyatakan belum mencapai optimal. Rendahnya kinerja guru pada dasarnya bermuara
pada lemahnya pengelolaan, pengorganisasian dan pengembangan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta rendahnya hasil belajar siswa.
Upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan harus lebih dititikberatkan
kepada peningkatan mutu sumber daya manusia dalam hal ini adalah guru. Dalam
konteks ini, program peningkatan mutu kinerja guru sangat relevan dan sangat
strategis, untuk mengembangkan kreativitas siswa sekaligus peningkatan hasil
belajar siswa mengingat fungsi dan perannya sebagai pengelola disatuan lembaga
pendidikan di tingkat operasional. Peran kinerja individu guru itu memiliki
peran yang luar biasa terhadap dunia pendidikan. Maju dan mundurnya dunia
pendidikan ditentukan oleh kinerja para guru. Guru-guru yang hebat akan
menghasilkan (output) yang hebat
pula. Kinerja individu guru sangat dipelukan guna meningkatkat kualitas
pendidikan.
F.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana
Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan
di Universitas Muhammadiyah Malang.
Bogdan, Robert dan Steven Taylor.
Introducing to Qualitative Methods : Phenomenological. NewYork : A Wlley Interscience
Publication, 1975.
Best, John. W. (1982). Metodologi
Penelitian Pendidikan (Terjemahan oleh Sanapiah Faisal). Surabaya: Usaha
Nasional
Cruickshank. 1990. Research that Informs Teacher and Teacher. Bloomington:Phi
Delta Kappa Educational Foundation.
Danim S., 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung:
CV. Pustaka Setia.
Darma
Surya, 2007. Sistem Pengendalian Manajemen. Bandung, CV Rosda Karya.
Depdiknas,
2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah, Buku 1 konsep dan Pelaksanaan. Jakarta.
Djamarah, B.S. 2000. Guru dan Anak Didik dalam
Interaksi Edukatif. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Djamarah, S.B.
2000. Prestasi belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya. Usaha Nasional.
E. Mulyasa, 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan
KBK. PT Remajarosdakarya. Bandung.
Faisal
Sanafiah. 1982. Pendidikan- Penelitian –
Metodologi. Surabaya, Usaha Nasional.
Fatah, Nanang, 2001. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, Bandung:PT. remaja rosdakarya.
Hani
Handoko. 1993. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia Edisi 2. Yogyakarta:
BPFE.
Hasan, Ani M, 2001. Pengembangan Profesionalisme Guru
di Abad Pengetahuan, 13 Juli 2003. Artikel. Homepage Pendidikan
Network.
Hasibuan,
Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya
Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mathis,
Jackson. 2000. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Salemba Empat.
Mendiknas, 2005. Paradigma
Pendidikan Indonesia, (Koran Berita). Mataram.
Moleong, Lexy,. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Mukhtar, dkk. 2003. Sepuluh Kiat Sukses Mengajar di
Kelas. Jakarta : Nimas Multima.
Mulyasa, 2002. Manajemen
Berbasis Sekolah, Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya.
Nainggolan H, 1990. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil,
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Neni Utami. 2003. Kualitas
dan Profesionalisme Guru. Artikel Oktober 2007 dan dari
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/102/15/082/html
Pidarta, 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu
Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Bina Rineka Cipta.
Robandi B. Standar
Kompetensi Guru Kelas SD/MI, Disajikan pada kegiatan PPM di UPTD Baleendah
Bandung. Pedagogik, FIP, UPI. (STANDAR_KOMPETENSI_GURU_KELAS_SD.pdf).... Baca
Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/05/kompetensi-pedagogik-guru.html
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
Sergiovanni, T.J., 1991. The Principalship of
reflektive Practice prespectif, Boston : Allyn and Bacon.
Soetjipto, Raflis
Kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Stiles, K.E. dan Horsley, S. 1998. Professional
Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet
the Standards. The Science Teacher. September 1998.
Sudjana
Nana. 1992. Metode Statistika. Bandung PT. Tarsito.
Sulistyorini,
2001. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim
Organisasi dengan Kinerja Guru. Ilmu Pendidikan.
Sumadi.
2003. Metodologi Penelitian. Jakarta Raya Grapindo Persada.
Supriadi,
Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adi Cita
Karya Nusa.
Suryabrata, 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Sutaryadi, 1990. Administrasi pendidikan.
Surabaya: Usaha nasional.
The Liang Gie,
1972. Kamus Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.
Uhar Suharsaputra.
2004. Pengantar Filsafat. Unversitas Kuningan Perss.