13 November 2021

Model-Model Pengembangan Kurikulum dan Pelaksanaannya

A. Model Pengembangan Kurikulum Menurut Robert S. Zais
Robert S. Zais (1976 dalam Arifin 2011: 137-143) mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum. Dasar teoretisnya adalah institusi atau orang yang menyelenggarakan pengembangan, pengambilan keputusan, penetapan ruang lingkup kegiatan yang termuat dalam kurikulum, realitas implementasinya, pendekatan permasalahan dengan cara pelaksanaannya, penelitian sistematis tentang masalahnya, dan pemanfaatan teknologi dalam pengembangan kurikulum. Model-model tersebut adalah sebagai berikut.

1. The Administrative (Line-Staff) Model
Model ini menggunakan prosedur “garis-staf” atau garis komando “dari atas ke bawah” (top-down). Maksudnya, inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara structural dilaksanakan di tingkat bawah. Dalam model ini pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah (steering commitee) yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan guru-guru inti. Panitia pengarah ini bertugas merumuskan rencana umum, prinsip-prinsip, landasan filosofis, dan tujuan umum pendidikan.
Selanjutnya mereka membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai keperluan. Anggota-anggota kelompok kerja umumnya terdiri atas guru-guru dan spesialis-spesialis kurikulum. Tugasnya adalah merumuskan tujuan kurikulum yang spesifik, menyusun materi, kegiatan pembelajaran, sistem penilaian, dan sebagainya sesuai dengan kebijakan steering committee. Hasil pekerjaannya direvisi oleh panitia pengarah. Jika dipandang perlu akan diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan oleh suatu komisi yang ditunjuk oleh panitia pengarah dan keanggotaannya terdiri atas sebagian besar kepala-kepala sekolah. Apabila pekerjaan itu telah selesai, diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah kembali, baru kemudian diimplementasikan.

2. The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum model ini berada di tangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok. Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum ini, kerja sama dengan orang tua murid dan masyarakat sangat penting.
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu (a) kurikulum akan bertambah baik jika kemampuan profesional guru bertambah baik, (b) kompetensi guru akan bertambah baik jika guru terlibat secara pribadi dalam merevisi kurikulum, (c) jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna, (d) hendaknya di antara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu consensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana.

3. The Demonstration Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbarui kurikulum. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, model deminstrasi terdiri atas dua bentuk. Bentuk pertama yang cenderung bersifat formal. Sekelompok guru diorganisasi dalam suatu sekolah secara terpisah untuk mengembangkan projek percobaan kurikulum. Inisiatif dan organisasi kurikulum berasal dari atas. Bentuk kedua yang dianggap kurang formal. Guru-guru yang kurang puas dengan kurikulum membuat eksperimen dalam area tertentu. Mereka bekerja secara tidak terstruktur. Jika eksperimen berhasil akan diadopsi penggunaannya di seluruh sekolah.
Keuntungan model ini adalah (a) karena kurikulum telah dilaksanakan secara nyata, maka dapat memberikan alternative yang dapat bekerja, (b) perubahan kurikulum pada bagian tertentu lebih muda disepakari dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan, (c) mudah untuk mengatasi hambatan, dan (d0 menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber. Kelemahan kurikulum ini adalah dapat menimbulkan antagonism guru-guru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan.

4. Beauchamp’s System Model
Ada lima langkah kritis dalam pengambila keputusan pengembangan kurikulum menurut Beauchamp (1975 dalam Arifin 2011: 140), yaitu (a) menentukan arena pengembangan kurikulum (bisa berupa kelas, sekolah, system persekolahan regional atau system pendidikan nasional, (b) memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum nyang terdiri atas spesialis kurikulum, perwakilan kelompok-kelompok profesional dan guru-guru kelas yang terpilih, semua tenaga profesional yang ada dalam system sekolah tersebut, dan kelompok masyarakat yang representatif, (c) pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran, dan mengembangkan desain, (d) pelaksanaan kurikulum secara sistematis, dan (e) evaluasi kurikulum.

5. Taba’s Inverted Model
Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Hilda Taba, yaitu (a) kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan, (b) uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran, (c) merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum, (d) mengembangkan kerangka kerja teoretis, dan (e) pengasemblingan dan deseminasi hasil yang telah diperoleh.

6. Roger’s Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog yaitu Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan.
Langkah-langkah dalam model ini adalah (a) memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan dengan syarat bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara lebih akrab, (b) mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif, (c) mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari, (d) menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru, dan orang tua peserta didik, (e) pertemuan vertical yang mendobrak hierarki, birokrasi, dan status sosial.

7. The systematic Action-Research Model
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu.
Langkah-langkah dalam model ini adalah (a) merasakan adanya masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam, (b) mengidentifikasi factor-faktor apa saja yang memengaruhinya, (c) merencanakan secara mendalam bagaimana pemecahannya, (d) menentukan keputusan-keputuasn apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah tersebut, (e) melaksanakan keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah disusun, (f) mencari fakta secara meluas, dan (g) menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.

8. Emerging Technical Model
Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
Model analisis tingkah laku memulai kegiatan dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, selanjutnya mengidentifikasi sejumlah factor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya. Setelah itu, guru dan murid diwawancarai tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu disimpan dalam komputer untuk dimanfaatkan dalam menyusun materi pembelajaran untuk murid.

B. Model Kurikulum yang Berorientasi pada Tujuan
Model kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented curriculum) telah digunakan di Indonesia dan berlaku secara efektif sampai tahun 2003. Kebaikan-kebaikan model ini antara lain (1) tujuan yang akan dicapai jelas bagi penyusun kurikulum, (2) tujuan-tujuan tersebut akan memberikan arah yang jelas dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis-jenis kegiatan, dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan, (3) tujuan-tujuan itu akan memberikan arah dalam melakukan penilaian terhadap proses dan hasil yang dicapai, dan (4) hasil evaluasi yang berorientasi pada tujuan tersebut akan membantu pengembang kurikulum dalam melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.

C. Model Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (competency-based curriculum) , yaitu suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan dan penguasaan kompetensi bagi peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, orang tua, dan masyarakat, baik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, memasuki dunia kerja, maupun sosialisasi dengan masyarakat.
Dasar pemikiran penggunaan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah (1) kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks, (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten, (3) kompetensi merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran, (4) keandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur, (5) kompetensi berorientasi pada hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya, dan (6) kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan peserta didik dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, sekaligus menggambarkan kemajuan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran pada periode tertentu.

D. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri atas tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
KTSP dikembangkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.
(1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
(2) Beragam dan terpadu
(3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
(4) Relevan dengan kebutuhan hidup
(5) Menyeluruh dan berkesinambungan
(6) Belajar sepanjang hayat
(7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

E. Model Kurikulum Bermuatan Lokal
Kurikulum bermuatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah, keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengembangan muatan lokal dilakukan dengan kriteria (1) sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan fisik, sosial, dan mental peserta didik, (2) tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, (3) tidak bertentangan dengan upaya pelestarian lingkungan alam, sosial, dan budaya, (4) berguna bagi kehidupan peserta didik dan pembangunan daerahnya, dan (e) perhitungan dan perimbangan waktu yang diperlukan.

F. Model Kurikulum Berorientasi Kecakapan Hidup
Pengembangan kurikulum yang berorientasi kecakapan hidup harus menggambarkan aspek-aspek (1) kompetensi yang relevan untuk dikuasai peserta didik, (2) materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3) kegiatan pembelajaran untuk menguasai kompoetensi, (4) fasilitas, alat, dan sumber belajar yang menunjang dan memadai, dan (5) kompetensi yang dapat diaktualisasikan dalam pola kehidupan peserta didik sehari-hari.
Kecakapan hidup akan memiliki makna yang luas apabila kegiatan pembelajaran yang dirancang memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam membantu memecahkan problematika kehidupannya.

Sumber:  

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya.

05 June 2020

Bahasa Ilmiah yang sering digunakan

KataArti
LaikLayak
FantastisLuar biasa
ArtifisialBuatan
PanoramaPemandangan
AnonimTanpa nama
PandirBodoh
EfektifManjur, berhasil
EgaliterSederajat
EklektikSuka pilih-pilih
FaksiGolongan
KontribusiSumbangan
AmbiguMendua
KomplemenPelengkap
KompleksitasKerumitan
NomadikTinggalnya tidak tetap
NomenklaturTata nama
AdagiumPepatah
BenchmarkTolok ukur
MortalitasKematian
FisiPemecahan, pemisahan
FusiGabungan
AssessmentTaksiran
DomainDaerah, wilayah
InterseksiPersimpangan
UnionPenyatuan
TandemBerdua
OktagonalBersegi 8
OseanografiIlmu tentang laut
KompositCampuran

KonsesiKelonggaran
KomputasiPerhitungan
EvaporasiPenguapan
KlanSuku
KonjungsiPenghubung
KonjugasiTasrif
AdiktifCandu, membuat ketagihan
TagLabel
AbsorpsiPenyerapan
ViaMelalui
EnmityPermusuhan
AmityPersahabatan
KonvergenMemusat
DivergenBercabang, memencar
KonveksCembung
konkafCekung
Eternalabadi
FanaTidak kekal, binasa
Take offLepas landas
LandingMendarat
Hakikisejati
Majasisemu
AbsurdMengada-ada, mustahil
Ad Hockhusus
GeneralUmum
Aristokratkaum bangsawan
ProletarRakyat jelata
AsimilasiPercampuran, penyatuan
ReboisasiPenghijauan
DeforestasiPenggundulan hutan
StatisDiam, tidak bergerak
RigidKaku
DinamisBergerak

PrematurDini
SkeptisRagu-ragu
ModeratSedang-sedang
EkstremDiluar keumuman, sangat amat
Persona non grataOrang yang tidak disukai
KasualNon resmi, sederhana
AfeksiKasih sayang
PartisanBerpihak
ParsimoniHemat, irit
AbsolutMutlak, pasti begitu
RelatifTergantung kondisi, tergantung pembandingnya
EksodusBerpindah
ImunKebal
ProgresiKemajuan
StagnasiKemacetan, kemandegan
Up to dateBaru, selalu diperbarui
Out of dateKuno, sudah lama, kadaluwarsa
VeteranKawakan, sangat berpengalaman
EvokasiPenggugah rasa
HipotesisDugaan awal
DeskriptifBersifat menggambarkan sesuatu
NaratifBersifat menceritakan atau mengkisahkan
Kisi-kisiTerali
MonogamiPerkawinan dengan satu
DikotomiDibagi dua
RabatPotongan, diskon
CitraGambaran

TanurPerapian
WahanaSarana transportasi
KedapRapat
NabatiBerasal dari tumbuhan
HewaniBerasal dari hewan
HerbivoraPemakan tumbuhan
KarnivoraPemakan daging
InsomniaPenyakit tak bisa tidur
IterasiPerulangan
DaurSiklus
TransendentalAbstrak
FriksiPerpecahan
ImitasiTiruan, tidak asli
AsumsiAnggapan
RancuKacau
SekulerDuniawi, Faham meminggirkan agama
PolarKutub
EpilogKata penutupan, bagian akhir
PrologKata pendahuluan, bagian awal atau perkenalan
intuisiBisikan hati, gerak hati
Proteksiperlindungan
Akselerasipercepatan
MutilasiPemotongan
NaifLugu, tak dibuat-buat
InsinuasiSindiran
InjeksiSuntikan
InovasiPenemuan baru
EvolusiPerubahan yang terjadi dalam waktu lama
RevolusiPerubahan yang terjadi dalam waktu singkat

AmatirPemula, bukan profesional
SporadisSesekali, jarang-jarang, tidak terus menerus
HigienisBerdasarkan standar kesehatan
RemisiPengampunan, pemaafan, pemotongan hukuman
KomprehensifMenyeluruh, lengkap, meliputi banyak hal
ParsialSebagian, berpihak, berat sebelah
PersuasiAjakan, bujukan
PrivasiRahasia pribadi, keleluasaan pribadi
KolegaTeman sejawat, rekan kerja
KolateralJaminan
KolaborasiGabungan, kerjasama
EkuivalenSetara, sama dengan, padanan
EqulibiriumKeseimbangan, kesetimbangan
EkuatorKatulistiwa
EraJaman, masa
TemperamenPerangai, watak
ArtifactBenda-benda arkeologi
InterpretasiPenafsiran, penerjemahan
SegmentasiPembagian, penggolongan
VegetasiTumbuh-tumbuhan
AbrasiPengikisan
KronologiUrutan waktu peristiwa
ProsedurTata cara
EdifikasiSikap dan tauladan
KrematoriumPerawatan jenazah
MoratoriumPenangguhan, penundaan
AdopsiPengangkatan, pemungutan, pemakaian
AdaptasiPenyesuaian
PedagogiIlmu tentang cara mendidik
AptitudeBakat, kecerdasan, ketangkasan
AttitudeSikap
PrefiksAwalan (imbuhan di awal kata)
SuffiksAkhiran (imbuhan di akhir kata)
AfiksImbuhan
AddendumLampiran
Floating massMassa mengambang
Life cycleDaur hidup
PoligonBersegi banyak
ResiduSisa
IntermezzoSelingan
IntermediariPenengah, perantara

30 December 2019

Analisis kinerja guru dilihat dari segi Profesionalitas dan kapabilitas

Analisis kinerja guru dilihat dari segi
Profesionalitas dan kapabilitas

Ade Suherman


Abstrak
Kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas. Meningkatnya kualitas pembelajaran, akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.

Keyword: Kinerja, guru, profesionalitas, kapabilitas,   

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagi subyek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang.
Kinerja guru atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam Melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggungjawab terhadap tugasnya, sehingga akan tercipta prestasi sekolah sesuai harapan stakeholders.
Harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan. Meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal (Neni Utami. 2003:1). Guru sebagai pelaksana pendidikan nasional merupakan faktor kunci. Dalam tataran mikro teknis, Guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan, dia amat menentukan dalam proses pembelajaran di kelas, dan peran kepemimpinan tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan tugasnya, ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan bagi mutu pembelajaran/pendidikan yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah menyelasaikan sekolah.
Kinerja Guru  merupakan unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan fihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan Sekolah. Dan untuk memahami  apa dan bagaimana kinerja guru itu, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang makna Kinerja serta bagaimana mengelola kinerja dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Guru mempunyai pengaruh yang cukup dominan terhadap kualitas  pembelajaran, karena gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajarandi kelas, bahkan sebagai penyelenggara pendidikan di sekolah. Menurut Dedi Supriadi (1999: 178), di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kinerja guru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Menurut Cruickshank, kinerja guru yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja guru dalam kelas atau teacher classrroom performance (Cruickshank, 1990: 5).
Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas. Meningkatnya kualitas pembelajaran, akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.

B.     Tinjauan Pustaka
1.      Kinerja Guru
Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance), secara etimologis performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti “The act of performing; execution”( Webster Super New School and Office Dictionary ), menurut Henry Bosley Woolf performance berarti “The execution of an action” (Webster New Collegiate Dictionary ) Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering  juga diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih memberikan pemahaman akan maknanya.


Tabel  1  
Pendapat Para Pakar tentang pengertian kinerja
No
Pengertian kinerja
Pendapat
1.         
Performance  diartikan  sebagai hasil pekerjaan, atau pelaksanaan tugas pekerjaan
(Pariata Westra et al. 1977:246).
2.         
kinerja adalah proses kerja dari seorang individu  untuk mencapai hasil-hasil tertentu,
Bateman (1992:32)
3.         
 Prestasi Kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang disasari oleh pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu,
Nanang Fattah (1999:19)
4.         
Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specific time period
Bernardin dan Russel dalam  Ahmad S Ruky (2001:15)
5.         
 Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67)
6.         
 basically, it (performance) means an outcome – a result. It is the end point of people, resources and certain environment being brought together, with intention of producing certain things, whether tangible product or less tangible service. To the extent that this interaction results in an outcome of the desired level and quality, at agreed cost levels, performance will be judged as satisfaktory, good, or excellent. To the extent that the outcome is disappointing, for whatever reason,   performance will be judged as poor or deficient
Murray Ainsworth et.el (2002:3)
Suharsaputra (2004:76)
Dari beberapa pengetian kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang optimal. Dengan demikian istilah kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Kinerja seseorang akan nampak  pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Suprapto (1999:14) dikemukakan bahwa Kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang dibawa seseorang ke tempat pekerjaan  dapat berupa pengetahuan, kemampuan,    kecakapan    interpersonal   dan     kecakapan teknis. Pendapat Sedarmayanti (1995:53) pengertian kinerja dengan menunjuk pada ciri-cirinya sebagai berikut : “Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain: Kualitas hasil kerja, Ketepatan waktu, Inisiatif, Kecakapan, Komunikasi yang baik”.
 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dan dapat diperlihatkan melalui kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan dan komunikasi yang baik.

2.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Kinerja menunjukan suatu penampilan kerja seseorang dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu lingkungan tertentu termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya, banyak faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada pekerja, maka bagimana dia bekerja akan dapat menjadi dasar untuk menganalisis latar belakang yang mempengaruhinga . Menurut Sutermeister (1976:45) ”Produktivitas ditentukan oleh kinerja pegawai dan teknologi, sedangkan kinerja pegawai itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan motivasi”.  
Sementara itu Gibson et al (1995: 56), memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor–faktor yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu :
a.       Variabel Individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal – usul, jenis kelamin).
b.      Variabel Organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain pekerjaan.
c.       Variabel Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.  
Pendapat tersebut menggambarkan tentang hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologisnya yang khas serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu  kualitas kinerja yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam organisasi.
Sementara itu Zane K. Quible (2005:214) berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manyatakan: “basic human traits affect employees’ job related behaviour and performance. These human traits include ability, aptitude, perception, values, interest, emotions, needs and personality”. Ability atau kemampuan  akan menentukan bagaimana seseorang dapat melakukan pekerjaan, bakat akan berperan dalam membantu melaksanakan pekerjaan jika ada kesesuaian dengan jenis pekerjaannya, demikian juga halnya dengan persepsi, konsep diri, nilai-nilai, minat, emosi, kebutuhan dan kepribadian. Semua itu akan berpengaruh  terhadap dorongan (motivasi) seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian kajian tentang kinerja memerlukan juga pembahasan tentang motivasi sebab prilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaan tidak terlepas dari dorongan yang melatarbelakanginya.
Kinerja guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan dan dianggap sebagai orang yang berperanan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan percerminan mutu pendidikan. Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak pada perubahan kinerja guru. Menurut Djamarah (1994:33) beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap tersebut antara lain :

1)      Kepribadian dan dedikasi
Setiap guru memiliki pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiah Darajat (dalam Djamarah SB, 1994) bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.
2)      Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut Pidarta (1999) bahwa “Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain”. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.
Lebih lanjut Pidarta (1997:12) mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
(1). Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan hidup orang bersangkutan, (2). Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3). Ilmu pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama di sekolah. (4). Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien, (5). Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial. (6).Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk mendapatkan klien. (7). Menjadi anggota profesi. (8).Organisasi profesi tersebut menetukan persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi anggota, mengawasi perilaku anggota, memberikan sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota.
3)      Kemampuan Mengajar
Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan kemampuan. Cooper (dalam Zahera, 1997) mengemukakan bahwa guru harus memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya (Rusmini, 2003). Guru harus mampu menafsirkan dan mengembangkan isi kurikulum yang digunakan selama ini pada suatu jenjang pendidikan yang diberlakukan sama walaupun latar belakang sosial, ekonomi dan budaya yang berbeda-beda (Nasanius Y, 1998).


4)      Antar Hubungan dan Komunikasi
Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri, adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya. Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan kepada guru-guru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar kemungkinan guru tidak akan datang mengajar. Contoh di atas menandakan betapa pentingnya komunikasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad A. (2001) bahwa kelupaan informasi dapat memberikan efek yang lebih besar terhadap kelangsungan kegiatan.
Komunikasi yang efektif adalah penting bagi semua organisasi oleh karena itu para pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka (Kohler, 1981). Guru dalam proses pelaksanaan tugasnya perlu memperhatikan hubungan dan komunikasi baik antara guru dengan Kepala Sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, dan guru dengan personalia lainnya di sekolah. Hubungan dan komunikasi yang baik membawa konsekwensi terjalinnya interaksi seluruh komponen yang ada dalam sistem sekolah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru akan berhasil jika ada hubungan dan komunikasi yang baik dengan siswa sebagai komponen yang diajar. Kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi hubungan dan komunikasi yang sehat di antara komponen sekolah sebab dengan pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi seseorang untuk melakukan tugas dengan baik.
5)      Hubungan dengan Masyarakat
Menurut Pidarta (1999) bahwa suatu sekolah tidak dibenarkan mengisolasi diri dari masyarakat. Sekolah tidak boleh merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup terhadap masyarakat sekitar, ia tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan tidak mau tahu akan aspirasi–aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan sekolah itu berdiri di daerahnya untuk meningkatkan perkembangan putra-putra mereka. Sekolah merupakan sistem terbuka terhadap lingkungannya termasuk masyarakat pendukungnya. Sebagai sistem terbuka sudah jelas tidak dapat mengisolasi diri sebab bila hal ini ia lakukan berarti ia menuju ke ambang kematian.
Menurut Soetjipto dan Rafles Kosasi, (1999:26) Sekolah berada ditengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi sebagai
Pisau bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestarian nilai-nilai positif yang ada dalam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat berlangsung dengan baik. Mata yang kedua adalah sebagai lembaga yang mendorong perubahan nilai dan tradisi sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan.
Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sebagai usaha kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian antara sekolah, personalia sekolah dengan masyarakat. Hal ini dipertegas Mulyasa (2003) bahwa Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu:
Kepentingan sekolah dan kebutuhan masyarakat; tujuan hubungan masyarakat berdasarkan dimensi kepentingan sekolah antara lain : (1). Memelihara kelangsungan hidup sekolah, (2). Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, (3). Memperlancar kegiatan belajar mengajar, (4). Memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan program-program sekolah. Tujuan hubungan berdasarkan kebutuhan masyarakat antara lain : (1). Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2). Memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, (3). Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, dan (4). Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang terampil dan makin meningkatkan kemampuannya.
6)      Kedisiplinan
The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut Disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang. Sedangkan Good’s (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin sebagai berikut
a.       Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih sangkil.
b.      Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun menghadapi rintangan
c.       Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.
d.      Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung.
7)      Kesejahteraan
Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002) menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.
Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia sangat memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru umumnya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya.
Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik, tetapi juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru telah layak diberikan oleh pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena mencari tambahan diluar (Denny Suwarja, 2003). Hal itu tersebut dipertegas Pidarta (1999) yang menyatakan bahwa ”rata-rata gaji guru di negara ini belum menjamin kehidupan yang layak”. Hampir semua guru bekerja di tempat lain sebagai sambilan disamping pekerjaannya sebagai guru tetap disuatu sekolah. Malah ada juga guru-guru yang melaksanakan pekerjaan sambilan lebih dari satu tempat bahkan ada yang bekerja sambilan tidak di bidang pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka ingin hidup layak bersama keluargannya.
8)      Iklim Kerja
Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan individu maupun dengan lingkungannya.
Menurut Davis, K & Newstrom J.W (1996) bahwa sekolah dapat dipandang dari dua pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat orang berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis merupakan hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai tujuan bersama.
Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan satu dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik.
Litwin dan Stringer (dalam Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa Iklim mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat dirasakan dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan penting lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Henry A Marray dan Kurt Lewin (dalam Sutaryadi, 1990) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah seperangkat karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan individu lainnya yang dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku merupakan hasil dari hubungan antara individu dengan lingkungannya.

3.      Pengembangan Kinerja Guru
Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense that their products are human and their processes require the sosializing of humans”.
Ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di sekolah, dan diantara SDM tersebut yang paling berhubungan langsung dengan kegiatan pendidikan/pembelajaran adalah Guru, sehingga bagaimana kualitas kinerja Pendidik/Guru dalam proses pembelajaran akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kualitas hasil pembelajaran, yang pada akhirnya akan menentukan pada kualitas lulusannya

4.      Konsep Kinerja Guru
Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut. Menurut Sulistyorini,( 2001:57) “Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan”.  Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa  Tempe, A Dale, (1992:66)
Kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya; Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi; Kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud.
 Fatah (1996:36) menegaskan bahwa kinerja diartikan sebagai “Ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan”.
 Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 
5.      Indikator-Indikator Kinerja Guru
      Kinerja merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka dipandang penting untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan “Kulminasi atau puncak  dari tiga elemen yang saling berkaitan yakni keterampilan, upaya sifat keadaan dan kondisi eksternal” (Sulistyorini, 2001). Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dibawa seseorang ke tempat kerja seperti pengalaman, kemampuan, kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan tehknik. Upaya tersebut diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja.
Kinerja dapat dilihat dari beberapa kriteria, menurut Castetter (dalam Mulyasa, 2003:12) mengemukakan ada empat kriteria kinerja yaitu: ”(1). Karakteristik individu, (2). Proses, (3). Hasil dan (4) Kombinasi antara karakter individu, proses dan hasil. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya”. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru. 
Menurut Pidarta (1999:76) bahwa “Moral kerja positif ialah suasana bekerja yang gembira, bekerja bukan dirasakan sebagai sesuatu yang dipaksakan melainkan sebagai sesuatu yang menyenangkan”. Moral kerja yang positif adalah mampu mencintai tugas sebagai suatu yang memiliki nilai keindahan di dalamnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya. Hal ini dipertegas oleh Munandar (1992:24) yang mengatakan bahwa ”Kemampuan bersama-sama dengan bakat merupakan salah satu faktor yang menentukan prestasi individu, sedangkan prestasi ditentukan oleh banyak faktor diantaranya kecerdasan”.
Kemampuan terdiri dari berbagai macam, namun secara konkrit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a.       Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan kegiatan mental, terutama dalam penguasaan sejumlah materi yang akan diajarkan kepada siswa yang sesuai dengan kurikulum, cara dan metode dalam menyampaikannya dan cara berkomunikasi maupun tehknik mengevaluasinya.
b.      Kemampuan fisik adalah kapabilitas fisik yang dimiliki seseorang terutama dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya (Daryanto, 2001).
Kinerja dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja yaitu perasaan individu terhadap pekerjaan yang memberikan kepuasan bathin kepada seseorang sehingga pekerjaan itu disenangi dan digeluti dengan baik. Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja dengan berpedoman pada parameter dan indikator yang ditetapkan yang diukur secara efektif dan efisien seperti produktivitasnya, efektivitas menggunakan waktu, dana yang dipakai serta
bahan yang tidak terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan dengan cara membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman sekerja atau mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan perintah atau tugas yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat As’ad (1995) dan Robbins (1996) yang menyatakan bahwa “Dalam melakukan evaluasi kinerja seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam kriteria yaitu: “(1). Hasil tugas, (2). Perilaku dan (3). Ciri individu. Evaluasi hasil tugas adalah mengevaluasi hasil pelaksanaan kerja individu dengan beberapa kriteria (indikator) yang dapat diukur”.
 Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan cara membandingkan perilakunya dengan rekan kerja yang lain dan evaluasi ciri individu adalah mengamati karaktistik individu dalam berprilaku maupun berkerja, cara berkomunikasi dengan orang lain sehingga dapat dikategorikan cirinya dengan ciri orang lain. Evaluasi atau Penilaian kinerja menjadi penting sebagai feed back sekaligus sebagai follow up bagi perbaikan kinerja selanjutnya. Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi : ”(1). Unjuk kerja, (2). Penguasaan Materi, (3). Penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4). Penguasaan cara-cara penyesuaian diri, (5). Kepribadian untuk melaksanakan tugasnya dengan baik” (Sulistyorini, 2001).
  Kinerja guru sangat penting untuk diperhatikan dan dievaluasi karena guru mengemban tugas profesional artinya tugas-tugas hanya dapat dikerjakan dengan kompetensi khusus yang diperoleh melalui program pendidikan. Guru memiliki tanggung jawab yang secara garis besar dapat dikelompokkan yaitu: “(1). Guru sebagai pengajar, (2). Guru sebagai pembimbing dan (3). Guru sebagai administrator kelas” (Danim S, 2002).
      Dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain:
1)      Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar.
2)      Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa
3)      Penguasaan metode dan strategi mengajar
4)      Pemberian tugas-tugas kepada siswa
5)      Kemampuan mengelola kelas
6)      Kemampuan melakukan penilaian dan evaluasi.


C.    Metode Penelitian
Model dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best,1982:119). Penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan sobjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak di lakukan oleh para penelitian karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian di lakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.


D.    Hasil Penelitian
            Pengkajian akan dimulai dari profesionalitas guru yang meliputi kemampuan mendidik, mengajar, membimbing dan melatih. Kapabilitas guru dalam membantu pengembangan dan pengelolaan pembelajaran. Kinerja guru dilihat dari proses hasil belajar. 
1)      Profesionalitas guru dilihat dari kemampuan mendidik, mengajar, membimbing dan melatih di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis
Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan profesional guru perlu dilakukan secara kontinu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Suatu contoh, disaat ini banyak guru yang menggunakan media LCD dalam kegiatan belajar mengajar, apabila guru tersebut tidak menguasai teknologi maka ia akan tertinggal oleh guru-guru yang memang menguasai IPTEK, ia hanya menulis di papan kemudian para siswa mencatat. Selain itu, di era seperti ini banyak informasi-informasi yang disajikan lewat internet. Apabila guru gagap teknologi maka ia akan ketiggalan informasi yang seharusnya wajib ia ketahui.
Kedua, ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan kemampuan profesional guru merupakan hak setiap guru. Artinya, setiap pegawai berhak mendapat pembinaan secara kontinu, apakah dalam bentuk supervisi, studi banding, tugas belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Pemenuhan hak tersebut, bilamana dilakukan dengan sebaik-baiknya, guru tidak hanya semakin mampu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, melainkan juga semakin puas, memiliki moral atau semangat kerja yang tinggi, dan berdisiplin.
Ketiga, ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru mengandung risiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung risiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan dilaksanakan secara profesional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh jaringan listrik, dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secara kontinu.
Keempat, peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Sebagaimana ditegaskan bahwa salah satu ciri implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah kemandirian dari seluruh stakeholder sekolah, salah satunya dari guru. Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan profesional kepada dirinya.
Jadi, dari uraian di atas sudah jelas bahwa peningkatan profesionalisme guru memang sangat penting, baik ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dari kepuasan dan moral kerja, dari keselamatan kerja serta dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
Penerapan sikap keprofesionalime guru dapat diketahui dari bagaimana seorang guru tersebut mampu menerapkan metode pembelajaran yang merupakan cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu yaitu proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam menyajikan pelajaran kepada siswa-siswa, seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, penampilan, metode studi mandiri, pembelajaran terprogaram, latihan sesama teman, simulasi, karya wisata, induksi, deduksi, simulasi, studi kasus, pemecahan masalah, insiden, seminar, bermain peran, proyek, praktikum, dan lain-lain.
Seorang guru kadang-kadang merasa kaku dalam mempergunakan satu atau dua metode, dan menterjemahkan metode itu secara sempit dan menerapkan metode di kelas dengan metode yang pernah ia baca. Metode pembelajaran merupakan cara untuk menyampaikan, menyajikan, memberi latihan, dan memberi contoh pelajaran kepada siswa. Dengan demikian metode dapat dikembangkan dari pengalaman, seseorang guru yang  berpengalaman dia dapat menyuguhkan materi kepada siswa, dan siswa mudah menyerapkan materi yang disampaikan oleh seorang guru secara sempurna dengan memepergunakan metode yang dikembangkan dengan dasar pengalamannya, metode-metode dapat dipergunakan secara variatif, dalam arti kata tidak monoton dalam satu metode.
Dalam proses belajar mengajar, guru dihadapkan untuk memilih metode-metode dari sekian banyak metode yang telah ditemui para ahli sebelum ia menyampaikan materi pengajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun dalam hal ini seorang guru tidak asal memilih metode pembelajarannya tetapi harus memenuhi pertimbangan-pertimbangan diantaranya harus memperhatikan tujuan pembelajaran, pengetahuan awal siswa, bidang studi/pokok bahasan/aspek, alokasi waktu dan sarana penunjang, jumlah siswa serta pengalaman dan kewibawaan pengajar (Yamin, 2006: 148).
Penentuan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru dalam memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode pembelajaran. Misalnya, seorang guru Olahraga & Kesehatan menetapkan tujuan pembelajaran agar siswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola dengan baik dan benar. Dalam hal ini metode yang dapat membantu siswa-siswa mencapai tujuan adalah metode ceramah, guru memberi instruksi, petunjuk, aba-aba, dan dilaksanakan di lapangan, kemudian metode demonstrasi, siswa-siswa mendemonstrasikan cara menendang bola dengan baik dan benar, selanjutnya dapat digunakan metode pembagian tugas, siswa-siswa kita tugasi bagaimana menjadi kiper, kapten, gelandang, dan apa tugas mereka, dan bagaimana mereka dapat bekerja sama dan menendang bola. Pengetahuan awal siswa juga perlu diperhatikan karena dengan guru mengetahui seberapa pengetahuan siswa maka selanjutnya guru tersebut bisa menentukan metode apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa. Pengetahuan awal dapat berasal dari pokok bahasan yang akan diajarkan, jika siswa tidak memiliki prinsip, konsep dan fakta atau memiliki pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum dapat dipergunakan metode yang bersifat belajar mandiri, penampilan, latihan dengan teman, sumbang saran, praktikum, bermain peran dan lain-lain. Untuk mengetahui pengetahuan awal siswa biasanya guru dapat melakukan pretes tertulis maupun tanya jawab diawal pelajaran. Begitu juga dengan bidang studi harus diperhatikan. Program pendidikan akademik yang bidang studinya berkaitan dengan keterampilan, maka metode yang akan digunakan lebih berorientasi pada masing-masing ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang terdapat dalam pokok bahasan. Misalnya pokok bahasan psikomotorik maka metode yang pergunakan lebih cocok ke metode demonstrasi dan lain-lain.
Mengenai alokasi waktu dan sarana penunjang  juga merupakan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran karena apabila guru menggunakan metode yang kurang tepat maka proses belajar mengajar akan menjadi terhambat. Selain itu hal terpenting lainnya yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu metode pengajaran adalah jumlah siswa. Jumlah siswa ini sangat menentukan efektif atau tidaknya  proses pembelajaran di kelas. Apabila ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak metode ceramah yang lebih efektif, di samping metode ceramah guru dapat melaksanakan tanya jawab, dan diskusi.
Di bawah ini digambarkan sinkronisasi antara metode dengan kemampuan yang akan dicapai berdasarkan indikator yang telah dirancang atau disepakati oleh guru atau guru bersama siswa. Nantinya diharapkan guru, pelatih dan instruktur dapat memilih metode apa yang paling tepat dengan mempertimbangkan jumlah siswa, alat, fasilitas, biaya, dan waktu.
No.
Metode

Kemampuan yang akan dicapai berdasarkan indikator
1.
Ceramah
:
Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur.
2.
Demonstrasi
:
Menjelaskan suatu ketrampilan berdasarkan standart prosedur tertentu.
3.
Tanya jawab
:
Mendapatkan umpan balik/partisipasi/menganalisis
4.
Penampilan
:
Melakukan suatu ketrampilan.
5.
Diskusi
:
Menganalisis/memecahkan masalah.
6.
Studi Mandiri
:
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensintesis/
Mengevaluasi/melakukan sesuatu baik yang bersifat kognitif maupun psikomotor
7.
Kegiatan pembelajaran terprogram
:
Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur
8.
Latihan bersama teman
:
Melakukan sesuatu ketrampilan
9.
Simulasi
:
Menjelaskan/menerapkan/menganalisais suatu konsep dan prinsip.
10.
Pemecahan masalah
:
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep/prosedur/prinsip tertentu
11.
Studi kasus
:
Menganalis dan memecahkan masalah.
12.
Insiden
:
Menganalis dan memecahkan masalah
13.
Praktikum
:
Melakukan sesuatu ketrampilan.
14.
Proyek
:
Melakukan sesuatu/menyusun laporan suatu kegiatan.
15.
Bermain peran
:
Menerapkan suatu konsep/prinsip
16.
Seminar
:
Menganalisis/memecahkan masalah
17.
Simposium
:
Menganalisis masalah
18.
Tutorial
:
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep/prosedur/prinsip tertentu
19.
Deduksi
:
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep/prosedur/prinsip tertentu
20.
Induksi
:
Mensintesis suatu konsep
21.
Computer assisted learning
:
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensintesis/
Mengevaluasi
Seorang guru yang  profesional akan mampu menyesuaikan kondisi yang tepat pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Mereka akan mampu menerapkan metode apa yang tepat untuk diberikan kepada anak didiknya. Mereka yang profesional akan terlihat dari bagaimana cara mereka menyajikan materi kepada para siswa. Jadi, melalui implementasi metode pembelajaran ini dapat diketahui bagaimanakah guru yang profesional dalam hal penguasaan cara mengajar.  
Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetisi, yaitu kompetisi pedagogis, kognitif, personaliti dan sosial (Riva, Dede M, 2007). Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan bijak dan dapat bersosialisasi dengan baik. Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (5) memiliki tanggung jawab atas keprofesionalan, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, (9) memilki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru (Undang-Undang Dasar tentang Guru dan Dosen, 2006: 7).
Bila kita mencermati prinsip-prinsip di atas, kondisi kerja pada dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki titik lemah pada hal-hal berikut (1) kualifikasi dan latar belakang tidak sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak diantara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, (2) tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki  empat kompetensi yaitu kompetisi pedagogis, kognitif, personaliti dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan bijak dan dapat bersosialisasi dengan baik, (3) Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Sementara ini guru berprestasi dan tidak berprestasi mendapatkan penghasilan yang sama. Memang benar sekarang terdapat program sertifikasi, namun program tersebut tidak memberikan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah yang akhirnya akan berpotensi subyektif, (4) kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan kompetensi diri dan karir. Hal itu dapat dilihat dengan munculnya beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program kecerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala dan sebagainya. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well artinya guru haruslah orang yang mempunyai insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas, barulah seorang guru menjadi teladan. Menyadari banyaknya guru yang belum memenui kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus mengambil langkah kongkrit. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya (1) penyelenggaraan pelatihan. Dasar profesionalisme adalah kompetensi, sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan, caranya tiada lain dengan pelatihan, (2) pembinaan perilaku kerja.
Menurut Supratno (2006: 10), untuk lebih mendukung tercapainya peningkatan kemampuan profesionalisme guru, pemerintah dalam hal ini Depdiknas senantiasa secara periodik memfasilitasi kegiatan melalui:
  1. Peningkatan kualitas guru melalui penyelenggaraan penyetaraan disetiap jenjang pendidikan.
  2. Peningkatan kemampuan profesionalisme guru melalui kegiatan penataran/pelatihan bekerja sama dengan lembaga-lembaga penalaran atau diklat.
  3. Memotifasi pengembangan kelompok kerja guru melalui PKG, PSB SPKG, PPPG dan sebagainya.
  4.  Penyesuaian penataan/ pemerataan jumlah guru dalam berbagai jumlah studi/mata pelajaran guna memenui kebutuhan kurikulum.
  5. Mensubsidi bantuan tenaga guru serta melakukan pembinaan mutu guru pada setiap sekolah khususnya sekolah swasta.
  6. Melakukan pembinaan karir guru sesuai jabatan fungsional guru.
  7. Secara periodik berusaha meningkatkan guru melalui berbagai cara atau terobosan.
Upaya-upaya peningkatan profesionalitas guru ini harus dilakukan secara sistematis, dalam arti direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas dan dievaluasi secara obyektif. Seharusnya yang melakukan upaya peningkatan profesionalisme guru ini tidak hanya para kepala sekolah maupun pemerintah tetapi yang paling menentukan yaitu guru yang bersangkutan. Walaupun telah diikutkan pelatihan atau telah disupervisi tanpa disertai kemauan dan kesadaran dari guru yang bersangkutan, maka semua kegiatan yang dilakukan akan sia-sia.
Profesionalisme guru sangat diperlukan dalam peningkatan mutu pendidikan, karena guru merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila tenaga pengajar ini bisa dengan profesional melaksanakan tugasnya maka kualitas peserta didik juga akan baik. Setiap guru harus mengetahui bagaimana guru dikatakan profesional, sebab dengan pengetahuan tersebut guru bisa menyesuaikan keadaan yang ada pada dirinya, dalam arti apabila guru tersebut merasa dirinya kurang profesional maka diharapkan akan berusaha meningkatkan keprofesionalisme dirinya. Peningkatan profesionalisme guru ini sangat penting demi terwujudnya sumber daya yang berkualitas yang dapat diandalkan. Seorang guru yang professional dapat dilihat dari implementasinya dalam menggunakan metode pembelajaran pada proses kegiata belajar mengajar. Profesionalisme guru dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya baik itu melalui kegiatan seminar, pelatihan, adanya sertifikasi, melalui kegiatan penyuluhan dan lain-lain.
2.      Kapabilitas Guru Dalam Membantu Pengembangan dan Pengelolaan Program Pembelajaran di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis
Pembangunan guru yang berkualitas guna menunjang pembentukan pendidikan bermutu tidak sebatas bergatung pada program pendidikan guru yang ditempuhnya. Pengembangan kualitas guru sesungguhnya adalah terletak pada kemauan dan kemampuan guru untuk mengembangkan dirinya ketika mereka sudah menduduki jabatan guru. Dengan kata lain, pembangunan kualitas guru terletak pula pada usaha membangun kapabilitas guru itu sendiri. Minimal ada lima kapabilitas yang harus terus menerus dibangun guru dalam rangka mengembangkan kualitasnya (Darling-Hammond. et.al. ,1999; Nicholss, G., 2002, dan Lang dan Evans, 2006). Kelima kapabilitas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Kapabilitas pertama yang harus terus dibangun guru adalah konten pengetahuan yang diajarkan. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk terus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan up-to-date. Kapabilitas ini juga berhubungan dengan kemampuan guru dalam memahami kurikulum yang berlaku sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakannya benar-benar berorientasi pada kurikulum terbaru. Selain itu, kapabilitas ini berkaitan erat dengan kemampuan guru untuk senantiasa berpikir kritis memaknai setiap materi ajar sehingga akan mampu memperluas pengetahuan siswa dan bahwa mampu merestrukturisasi pengetahuan agar sejalan dengan potensi dan kebutuhan siswa. Melalui pembangunan kapabilitas ini jelaslah sosok guru yang berkualitas bukanlah sebuah impian belaka.
  2. Kapabilitas kedua adalah tingkat konseptualisasi. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk mengidentifikasi wilayah pengembangan dirinya sehingga guru akan mampu secara terus menerus meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Kapabilitas ini jug berhubungan pula dengan kemampuan guru dalam menerapkan konsep dan ide-ide kreatifnya dalam setiap proses pembelajaran. Lebih lanjut, kapabilitas ini mempersyaratkan kemampuan guru untuk membuat desain rencana pengembangan professional dirinya secara tepat guru dan berhasil guna. Melalui desain rencana pengembangan professional yang dibuat guru, guru akan mampu merencanakan berbagai aktivitas pengembangan diri sehingga mitos guru adalah individu statis akan tertepiskan.
  3. Kapabilitas yang ketiga berhubungan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru yang kapabel adalah guru yang senantiasa memilih pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang tepat sesuai materi dan karakteristik siswa. Melalui pemilihan strategi pembelajaran yang tepat inilah guru lebih jauh diharapkan mampu mengelola kelas sehingga berbagai tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Sejalan dengan kenyataan ini, guru harus secara berkesinambungan meningkatkan pengetahuannya tentang berbagai strategi pembelajaran terkini sehingga guru tidak hanya terpaku menggunakan satu jenis strategi pembelajaran.
  4. Kapabilitas keempat adalah komunikasi interpersonal. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa sehingga guru akan benar-benar memahami karakteristik siswa dan mengetahui kebutuhan siswa. Selain kemampuan berkomunikasi dengan siswa, kapabilitas ini berkenaan dengan kemampuan guru berkomunikasi dengan seluruh unsur sekolah dan orang tua siswa. Melalui berbagai jenis komunikasi ini guru diharapkan mampu memainkan peran pentingnya dalam mencetak lulusan yang unggul.
  5. Kapabilitas terakhir adalah ego. Kapabilitas ini berhubungan dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun responsibilitas diri terhadap lingkungan. Hal ini berarti guru yang kapabel adalah guru yang memperhatikan diri sendiri dan orang lain, merespons positif segala bentuk masukan yang dia terima, bersikap objektif, membantu orang lain untuk berkembang, berpikir positif, dan senantiasa meningkatan self esteem. Melalui pembangunan kapabilitas kelima ini diharapkan guru akan mampu merefleksi diri sehingga kompetensinya akan senantiasa berkembang. Berbagai kapabilitas yang telah dikemukakan tersebut pada prinsipnya merupakan wilayah pengembangan guru yang harus secara terus-menerus dikembangkan. Melalui kepemilikan dan pengembangan kelima kapabilitas tersebut, guru akan mampu memiliki kemampuan teknis dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan merefleksi kritis kinerjanya sebagai wujud nyata sosok guru yang berkualitas.
Mewujudkan Guru sebagai Peneliti. Aspek lain yang penting dalam rangka membangun kualitas guru adalah usaha mewujudkan guru sebagai peneliti. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa guru harus mampu merefleksi diri dan kinerjanya. Melalui usaha ini guru akan mengetahui kekuranganya dan sekaligus mampu memperbaikinya. Lebih lanjut, melalui penelitian yang dilakukan guru, pembelajaran yang dilaksanakan akan lebih efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Pertanyaannya adalah penelitian seperti apa yang cocok dilakukan guru? Jenis penelitian yang tepat digunakan tentu saja adalah penelitian tindakan kelas. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa penelitian tindakan kelas pada dasarnya adalah penelitian yang dilakukan guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Penelitian ini menitikberatkan kajian atas kegiatan praktis pembelajaran yang dilakukan guru dalam menjalankan tugas keseharianya. Dengan demikian, melalui penelitian ini guru akan secara sadar dan terus menerus melakukan analisis atas kelemahan pembelajaran yang dilaksanakannya serta memperbaiknya dengan melaksanakan berbagai tindakan perbaikan.
Pelaksanaan penelitian di dalam kelas merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya akan memberi dampak positif ganda. Pertama, peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata. Kedua, peningkatan kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Ketiga, peningkatan keprofesionalan pendidik. Keempat, penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa mewujudkan guru sebagai penelitian pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru sepajang kariernya. Lebih jauh melalui prosedur penelitian yang dilakukannya, guru dapat mengembangkan pengetahuan professional sehingga diharapkan guru akan mampu membanggun pengetahuannya secara mandiri. Akhirnya diharapkan guru di sekolah akan menjadi kaya dengan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. Sosok guru yang demikian jelaslah merupakan sosok guru yang berkualitas yang akan sangat mendukung terbentuknya pendidikan bermutu.
Hasil wawancara dengan para kepaal sekolah dan guru MTs. Babakan Kabupaten Ciamis  bahwa pendidikan bermutu tidak akan terwujud tanpa adanya guru berkualitas. Sejalan dengan kenyataan tersebut, upaya awal yang harus dilakukan untuk mewujudkan pendidikan bermutu adalah meningkatkan kualitas guru. Melalui peningkatan mutu guru, guru akan mampu mengembangkan mutu pembelajaran yang dilaksanakannya. Peningkatan mutu pembelajaran ini akan berdampak pada peningkatan mutu lulusan. Pada akhirnya kepemilikan karakter guru yang efektif akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Melalui guru yang berkualitas, pendidikan bermutu bukan sebuah keniscayaan. Semoga.

3.      Kinerja Guru Dilihat Dari Proses dan Hasil Belajar di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis
Seorang guru harus memiliki kepribadian sejati. Kepribadian sejati berhubungan dengan kepribadian yang ditunjang oleh penemuan visi, kepemimpinan dan pengelolaan diri yang baik. Kepribadian berhubungan dengan potret diri yang dilandasi mentalitas, moralitas dan spriritualitas yang baik. Visi berhubungan dengan ekpresikeinginan tujuan, dan makna hidup pribadi. Kepemimpinan pribadi berhubungan dengan jiwa dan sika serta perjuangan yang memiliki nilai-nilai dan prinsip hidup. Pengelolaan pribadi berhubungan dengan aktifitas diri yang terkendali untuk mencapai efektifitas pribadi yang fokus pada visi dan tujuan hidup.
Visi misi pribadi adalah suatu pernyatan ekspresi pribadi yang menyatakan tujuan dan makna hidup pribadi. Contoh visi misi guru; Setiap pengajaran yang saya berikan mengalir bagai air menyatu dengan alam. Niat saya semata-mata mendapat ridha Allah untuk mengkader peserta didik menjadi generasi qur’ani melalui perubahan paradigma dan penanaman aqidah. Dan lebih berarti sehingga tugas ibadah dan kekhalifahan saya adalah mampu menguak rahasia sunnatullah dan saya bermanfaat untuk umat melalui peserta didik saya atau masyarakat binaan saya. Setelah visi misi dan tujuan jelas, sebagai guru harus meningkatkan kualitas iman dan Islam, kualitas pola pikir, kualitas proses pengajaran, kualitas hasil pengajaran dan kualitas hidup pribadi.
Perihal yang perlu dilakukan guru adalah merencanakan, menggunakan waktu dengan baik, berpikir sehat dan bertindak objektif serta bertanggungjawab dan menggunkan kecakapan akademis, kecakapan intuitif dan kecakapan rasa serta melaksanakan tupoksi guru. Visi, menjadi mujtahid melalui profesi guru. Untuk itu saya harus mewujudkan secara lebih ekpresif
Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan pendidikan. Untuk itu dalam menunjang kegiatan guru, diperlukan iklim sekolah yang kondusif dan hubungan yang baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi dan siswa. Serta hubungan baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah dengan orang tua siswa maupun masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global semakin ketat. Kinerja guru (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi disamping cara-cara yang lain.
Guru hakekatnya adalah sebuah jabatan profesi yang dalam kiprahnya membutuhkan suatu keahlian khusus dibidangnya, memiliki komitmen dan tanggung jawab moral dalam mengantar para peserta didik pada dunia kehidupan yang lebih dewasa dan berguna bagi semua, memiliki kecintaan, keikhlasan kepedulian pada profesi yang diembannya.
Guru hakekatnya adalah sebuah jabatan profesi yang dalam kiprahnya membutuhkan suatu keahlian khusus dibidangnya, memiliki komitmen dan tanggung jawab moral dalam mengantar para peserta didik pada dunia kehidupan yang lebih dewasa dan berguna bagi semua, memiliki kecintaan, keikhlasan kepedulian pada profesi yang diembannya. Menurut uu guru dan dosen no.14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Upaya pofesionalisme jabatan guru memang berkaitan erat dengan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa, artinya bahwa peningkatan hasil belajar siswa ditentukan oleh kualitas pembelajaran dan kualitas guru atau profesionalisme guru.
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dmatematikahami dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran. Selain itu pembelajaran pada hakikatnya adalah proses sebab-akibat. Guru sebagai pengajar merupakan penyebab utama terjadinya proses pembelajaran siswa, meskipun tidak semua perbuatan belajar siswa merupakan akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu, guru sebagai figur sentral, harus mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong terjadinya perbuatan siswa yang aktif, kreatif, dan efisien.
Akan tetapi pada kenyataannya proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru belum maksimal sesuai apa yang diharapkan. Hal itu berdasarkan hasil penjajagan yang telah dilakukan oleh peneliti dimana permasalahan yang muncul atau mengemuka ke permukaan antara lain : 1) Lemahnya pengelolaan, pengorganisasian dan pengembangan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 2) Cara belajar siswa masih bersifat klasikal dimana siswa masih sebatas mendengarkan dan melihat bahan ajar yang disampaikan guru, 3) Penyampaian bahan ajar yang dilakukan oleh guru masih bersifat klasikal maupun verbalisme, 4) Keterbatasan kemampuan guru dalam mengaplikasikan bahan ajar melalui metode maupun media pembelajaran yang ada dan 5) Minimnya pengetahuan guru dalam penggunaan metode maupun media pembelajaran dalam penyampaian bahan ajar.
Selain dari permasalahan guru, berdasarkan hasil identifikasi dan pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti di lapangan dimana penelitian yang peneliti lakukan juga bersumber dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa di lapangan (di sekolah). Adapun permasalahan yang muncul dari siswa antara lain : rendahnya hasil belajar siswa, rendahnya kreativitas siswa dalam proses berfikir serta orang tua pada umumnya kurang dapat merangsang maupun memotivasi siswa untuk giat dalam belajar hal itu desebabkan oleh tingkat pendidikan orang tua yang cukup rendah sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa tersebut.
Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa masalah yang terkait dengan kinerja guru disekolah khususnya di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis  pada dasarnya bermuara pada lemahnya pengelolaan, pengorganisasian dan pengembangan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta rendahnya hasil belajar siswa. Upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan harus lebih dititikberatkan kepada peningkatan mutu sumber daya manusia dalam hal ini adalah guru. Dalam konteks ini, program peningkatan mutu kinerja guru sangat relevan dan sangat strategis, untuk mengembangkan kreativitas siswa sekaligus peningkatan hasil belajar siswa mengingat fungsi dan perannya sebagai pengelola disatuan lembaga pendidikan di tingkat operasional.
Dengan memperhatikan dapat disimpulkan bahwa peran kinerja individu guru itu memiliki peran yang luar biasa terhadap dunia pendidikan. Maju dan mundurnya dunia pendidikan ditentukan oleh kinerja para guru. Guru-guru yang hebat akan menghasilkan (output) yang hebat pula. Kinerja individu guru sangat dipelukan guna meningkatkat kualitas pendidikan.


E.     Kesimpulan
Setelah melakukan serangkaian kegiatan penelitian, termasuk di dalamnya membahas hasil penelitian, akhirnya dapat diambil suatu simpulan. Simpulan dimaksud sebagai berikut:
1.      Profesionalitas guru dilihat dari kemampuan mendidik, mengajar, membimbing dan melatih di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis  yang menjadi objek penelitian ini berdasarkan hasil jawaban responden dinyatakan baik. Guru telah berupaya dalam menciptakan profesionalnya yaitu, memiliki keterampilan mengajar yang baik; guru yang mempunyai kompetensi pedagogik tinggi adalah guru yang senantiasa mempunyai ketrampilan mengajar yang sangat baik, yaitu dengan berbagai cara dalam memilih model, strategi dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar dan karakteristik peserta didiknya. Memiliki Wawasan yang luas; Seorang Guru secara terus menerus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimilikinya senantiasa berkembang mengikuti perkembangan jaman. Menguasai Kurikulum; kurikulum dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan dan masukan para pakar. Menguasai media pembelajaran; Guru mampu menguasai media pembelajaran, Pengembangan alat/media pembeljaran dapat berbasis kompetensi lokal maupun modern dan berbasi ICT. Penguasaan teknologi; Penguasaan teknologi mutlak diperlukan oleh guru. Guru menguasai materi dan sekaligus metode penelitiannya sesuai dengan kedalaman materi yang diajarkan. jaringan dengan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Instansi yang terkait lainnya.  Memiliki kepribadian yang baik; Jika seorang pendidik mempunyai karakter seperti diatas, akan disenangi oleh peserta didik, dengan sendirinya akan disenangi ilmu yang diajarkannya juga. Menjadi teladan yang baik; Guru menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Untuk memperoleh jawaban tentang ciri-ciri ideal seorang guru yang dapat dijadikan teladan oleh peserta didik, peling tidak harus melakukan pendekatan terhadap peserta didiknya.
2.      Kapabilitas guru dalam membantu pengembangan dan pengelolaan program pembelajaran di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis  yang menjadi objek penelitian ini berdasarkan hasil jawaban responden dinyatakan baik. Hal tersebut dilihat dari kapabilitas pertama yang dibangun guru adalah konten pengetahuan yang diajarkan. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk terus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan up-to-date. Kapabilitas kedua adalah tingkat konseptualisasi. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk mengidentifikasi wilayah pengembangan dirinya sehingga guru akan mampu secara terus menerus meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Kapabilitas yang ketiga berhubungan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru yang kapabel adalah guru yang senantiasa memilih pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang tepat sesuai materi dan karakteristik siswa. Melalui pemilihan strategi pembelajaran yang tepat inilah guru lebih jauh diharapkan mampu mengelola kelas sehingga berbagai tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Sejalan dengan kenyataan ini, guru harus secara berkesinambungan meningkatkan pengetahuannya tentang berbagai strategi pembelajaran terkini sehingga guru tidak hanya terpaku menggunakan satu jenis strategi pembelajaran. Kapabilitas keempat adalah komunikasi interpersonal. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa sehingga guru akan benar-benar memahami karakteristik siswa dan mengetahui kebutuhan siswa. Kapabilitas terakhir adalah ego. Kapabilitas ini berhubungan dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun responsibilitas diri terhadap lingkungan.
3.      Kinerja guru dilihat dari proses dan hasil belajar di MTs. Babakan Kabupaten Ciamis  yang menjadi objek penelitian ini berdasarkan hasil jawaban responden dinyatakan belum mencapai optimal.  Rendahnya kinerja guru pada dasarnya bermuara pada lemahnya pengelolaan, pengorganisasian dan pengembangan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta rendahnya hasil belajar siswa. Upaya peningkatan mutu pendidikan persekolahan harus lebih dititikberatkan kepada peningkatan mutu sumber daya manusia dalam hal ini adalah guru. Dalam konteks ini, program peningkatan mutu kinerja guru sangat relevan dan sangat strategis, untuk mengembangkan kreativitas siswa sekaligus peningkatan hasil belajar siswa mengingat fungsi dan perannya sebagai pengelola disatuan lembaga pendidikan di tingkat operasional. Peran kinerja individu guru itu memiliki peran yang luar biasa terhadap dunia pendidikan. Maju dan mundurnya dunia pendidikan ditentukan oleh kinerja para guru. Guru-guru yang hebat akan menghasilkan (output) yang hebat pula. Kinerja individu guru sangat dipelukan guna meningkatkat kualitas pendidikan.


F.     DAFTAR PUSTAKA
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang.
Bogdan, Robert dan Steven Taylor. Introducing to Qualitative Methods : Phenomenological. NewYork : A Wlley Interscience Publication, 1975.
Best, John. W. (1982). Metodologi Penelitian Pendidikan (Terjemahan oleh Sanapiah Faisal). Surabaya: Usaha Nasional
Cruickshank. 1990. Research that Informs Teacher and Teacher. Bloomington:Phi Delta Kappa Educational Foundation.
Danim S., 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Darma Surya, 2007.  Sistem Pengendalian Manajemen. Bandung, CV Rosda Karya.
Depdiknas, 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku 1 konsep dan Pelaksanaan. Jakarta.
Djamarah, B.S. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Djamarah, S.B. 2000. Prestasi belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya. Usaha Nasional.

E. Mulyasa, 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. PT Remajarosdakarya. Bandung.
Faisal Sanafiah. 1982. Pendidikan- Penelitian – Metodologi. Surabaya, Usaha Nasional.
Fatah, Nanang, 2001. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, Bandung:PT. remaja rosdakarya.
Hani Handoko. 1993. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Hasan, Ani M, 2001. Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan, 13 Juli 2003. Artikel. Homepage Pendidikan Network.
Hasibuan, Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mathis, Jackson. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.
Mendiknas, 2005. Paradigma Pendidikan Indonesia, (Koran Berita). Mataram.
Moleong, Lexy,. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Mukhtar, dkk. 2003. Sepuluh Kiat Sukses Mengajar di Kelas. Jakarta : Nimas Multima.
Mulyasa, 2002. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Nainggolan H, 1990. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Neni Utami. 2003. Kualitas dan Profesionalisme Guru. Artikel Oktober 2007 dan dari http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/102/15/082/html
Pidarta, 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT. Bina Rineka Cipta.
Robandi B. Standar Kompetensi Guru Kelas SD/MI, Disajikan pada kegiatan PPM di UPTD Baleendah Bandung. Pedagogik, FIP, UPI. (STANDAR_KOMPETENSI_GURU_KELAS_SD.pdf).... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/05/kompetensi-pedagogik-guru.html
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
Sergiovanni, T.J., 1991. The Principalship of reflektive Practice prespectif, Boston : Allyn and Bacon.
Soetjipto, Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Stiles, K.E. dan Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998.
Sudjana Nana. 1992.  Metode Statistika. Bandung PT. Tarsito.
Sulistyorini, 2001. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru. Ilmu Pendidikan.
Sumadi. 2003.  Metodologi Penelitian. Jakarta Raya Grapindo Persada.
Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa.
Suryabrata, 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sutaryadi, 1990. Administrasi pendidikan. Surabaya: Usaha nasional.
The Liang Gie, 1972. Kamus Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.
Uhar Suharsaputra. 2004. Pengantar Filsafat. Unversitas Kuningan Perss.




 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons