A. PENDAHULUAN
Keprihatian  meluas ketika kejadian demi kejadian di Negara ini, mulai dari bencana  alam, musibah, kasus-kasus Tawuran [antar pelajar; Pelajar dan  Mahasiswa, antar Mahasiswa, antar suporter sepakbola, antar penonton  Konser musik, antar warga]; Korupsi, Kolusi dan Nepotisme [KKN];  Pembunuhan/ mutilasi, Pemerkosaan; penjarahan; Perampokkan; Perilaku  kasar Pelajar, KDRT. Belakang kasus ketidakadilan dalam penegakkan hukum  dan Kasus Bank-bank di Negara ini. Mengapa semua ini muncul di bumi Indonesia ? Apakah dibelahan dunia lain juga terjadi demikian ? Ya, mungkin terjadi, tapi apakah  semarak seperti di Negeri ini ?. 
     Para pakar sibuk menganalisis dengan seminar, diskusi, konsolidasi dan melakukan  usaha-usaha lain untuk menemukan penyebab dan jalan pemecahannya.  Sampai saat ini masih bermacam-macam jawabannya. Mereka meyebutkan  sebagai akibat faktor ekonomi, yang lain mengatakan faktor politik dan yang lain lagi akibat pola orientasi pendidikan yang keliru.
 Semua  faktor yang disebutkan di atas tidak ada yang salah, namun perlu juga  kita melihat dari aspek yang sangat mendasar, yaitu Pendidikan. 
 Orang  bilang Kondisi saat ini merupakan gambaran Pendidikan dan masyarakat  masa lalunya. Tidak semuanya benar, ketika kita melihat para pelakunya  adalah para Pelajar, remaja. Ini berarti Pendidikan saat ini yang sedang  berjalan juga perlu ditinjau lagi. Secara konsep hampir semua bilang  Oke, masalahnya dalam Pelaksanaannya. Atas semua masalah  yang terjadi, Kementrian Pendidikan mengambil langkah Penerapan  Pendidikan Karakter Bangsa sebagai solusi semua itu. 
 Thomas  Lickona (Profesor pendidikan dari Cortland University) menyatakan bahwa  ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai. Sebab bila  tanda-tanda ini sudah ada, maka itu berarti sebuah bangsa sedang menuju  jurang keterpurukan. Tanda-tanda yang dimaksud adalah :
 1. meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
 2. penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk,
 3. pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan,
 4. meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas.
 5. semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk,
 6. menurunnya etos kerja,
 7. semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru,
 8. rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan
 9. adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
 Nampaknya  tanda-tanda tersebut di atas sedang menyelimuti bangsa ini dan makin  mencemaskan pada kurun waktu 10 tahun terakhir. Semasa Orde baru  kekerasan banyak dilakukan oleh  para Aparat dan Pejabat, namun sekarang dilakukan juga oleh rakyat. Semua  kejadian di atas  mengindikasikan satu titik muara yang sama, yaitu  KARAKTER manusia-manusia yang terlibat atau penanggung jawab di negara  ini. Saat ini Kementerian Pendidikan Nasional menyadari bahwa pentingnya  pendidikan karakter bagi siswa di sekolah. Selama ini disadari bahwa  pelaksanaan pendidikan di tingkat sekolah masih berorientasi pada  akademis semata, meskipun fungsi dan tujuan pendidikan Nasional telah  mengarahkan kepada Pendidikan Karakter. 
 B.  PERKEMBANGAN RAGAM PENDIDIKAN NASIONAL
 Pendidikan karakter sebenarnya sudah diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan mendirikan Negara salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa. Kehidupan yang cerdas dapat diwujudkan apabila seluruh rakyatnya, terlebih para aparat dan pejabatnya bukan cerdas secara intelektual saja, tapi juga cerdas dalam bersikap dan bertindak. Hal tersebut berkaitan dengan Hati dan emosi [karakter] serta Skills [keahlian di bidangnya].
  Bukan hanya dalam pembukaan saja amanah Pendidikan karakter itu  tersebut, dalam GBHN [ Orde baru] Tujuan Pendidikan  adalah membentuk  manusia seutuhnya [Jasmani dan rohani, Jiwa dan raga]; Di era reformasi  lebih tegas lagi Fungsi dan Tujuan Pendidikan, tertuang dalam UU  Sisdiknas 2003, pasal 3 : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk  watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan  kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik  agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
   Meskipun telah diundangkan sejak tahun 2003, realisasinya, belum ada.   Marilah kita  ingat  orientasi  Kurikulum tahun 1968 dan 1975 adalah  konten [isi/pengetahuan], tahun 1985 sudah mulai memberi aspek muatan  nilai/ sikap [meski di lapangan tidak juga berubah].  Tahun 1995 masih  memantapkan Kurikulum sebelumnya, dan tahun 2006 Kurikulum Satuan  Tingkat Pendidikan[ KTSP] yang merupakan penyederhanaan Kurikulum  Berbasis Kompetensi [KBK] hasil uji coba 1-2 tahun di lapangan. Tuntutan  Pembelajaran dalam KTSP mencakup kompetensi pengetahuan,  sikap dan skills. Namun kenyataannya lagi-lagi masih akademik, terbukti  UN sendiri mengabaikan aspek sikap dan skills. Akibatnya guru-gurupun  akan selalu berusaha anak didiknya bisa lulus dengan berbagai cara,  termasuk cara yang harampun dilakukan. Terlebih lagi arahan Kepala Dinas  dan Kepala daerahnya  yang mentarget- hasil UNnya. Prosentase kelulusan  yang rendah merupakan aib dari para pejabat Pendidikan dan Pejabat  Daerah., sehingga berbagai upaya dilakukan. Di sisi lain gurupun menilai  sikap dan skills hanya sebagai pertimbangan bila secara kognitif  kurang. Nilai sikap belum berani menjadi pertimbangan kenaikan kelas,  kecuali perilaku yang telah membuat  heboh banyak orang.
 Berbagai  warna muatan/ orientasi Pendidikan diterapkan oleh Departemen  Pendidikan Pusat di sekolah Tingkat SD sampai SMA. Berikut  Orientasi  yang pernah dijalankan di Lingkungan Pendidikan, khsususnya di tingkat  Pendidikan dasar dan menengah:
   [1] Pendidikan Lingkungan hidup [PLH] tahun 1995, esensinya agar  menjadi insan2 yang PEDULI akan [kebersihan; merawat/menjaga] lingkungan  nya; TERTIB membuang sampah di tempatnya. Pada saat ini PLH menjadi  salah satu mata pelajaran yang diberi waktu 2 jam. Ide ini tidaklah  murni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, namun terkesan  titipan dari Departemen lain.
   [2] Muatan IMTAK tahun 1996, ditik beratkan pada keimanan terhadap  Kebesaran dan Kekuasaan Tuhan dan akhlak. Pada periode ini berusaha  memberikan muatan IMTAK pada semua mata Pelajaran termasuk Sains dan  matematika. Inipun terhenti di tingkat pelaksana di lapangan. Gagasannya  baik sekali, namun kondisi SDM yang tidak memungkinkan. Tanpa muatan  IMTAK saja, kinerjanya masih rendah apalagi dengan tambahan IMTAK yang  selama ini keIMTAK-an guru juga masih banyak yang diragukan. Akhirnya  nasibnya sama dengan PLH.
  [3] Pendidikan Hak Azazi Manusia [HAM] tahun 2004, Nilai Kasih sayang; Perhatian, Harkat dan martabat , Kesetaraan; Keadilan, Persatuan dalam keragaman (Bhinneka Tunggal Ika) dan  Keterbukaan.  Meskipun konsep ini tidak terlalu menggema, namun tidak sedikit sekolah  mencoba menerapkannya. Gagasan ini kurang direspon baik, mungkin karena  sudah terpatri kata-kata: Ganti menteri ganti Kurikulum.
 [4]  Pendidikan Budi Pekerti Tahun 2004, terdiri dari 85 NILAI budi pekerti  luhur. Gagasan ini bukan saja diterapkan di lingkunagan Sekolah  Departemen Pendidikan, namun juga di lingkungan Departemen Agama. Ada  fakta2 yang bertentangan antara perilaku di masyarakat [Pejabat dan  aparat] dengan apa yang dikembangkan di sekolah dan media seperti  Tayangan Televisi, Majalah, CD dan lainnya. Akibatnya  Konsep ini juga kurang berhasil, terbukti perilaku Bullying saat itu menggejala di lingkungan sekolah dan PT. 
 [5]  Pendidikan Life skill Tahun 2006, nilai-nilai yang diusung adalah  Kepemimpinan, etika, akuntabilitas, Beradaptasi, Produktivitas,  tanggungjawab [pribadi dan social], ketrampilan, tujuan hidup.
 Nasibnya  hamper sama dengan Budi Pekerti, Pendidikan Life skills yang diusung  oleh KBK [Kurikulum Berbasis Kompetensi} sebagai salah satu kompetensi  sikap. Setiap mata pelajaran harus member muatan lifeskills dalam  pembelajarannya. Bagimana hasilnya, bisa kita lihat sekarang. Dengan  munculnya gagasan baru, yakni Pendidikan Karakter, bisa dipastikan  Pendidikan Life skills juga tidak berhasil.
 [6] Pendidikan Karakter Tahun 2010, yang diusung Diknas 18 Nilai, yaitu : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis,rasa ingin Tahu,Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi,Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.
 Dari  perjalanan konsep yang diterapkan selama ini, mulai terlihat benang  merahnya. Inti permasalahannya adalah Karakter manusia, sehingga  dilontarkan gagasan Pendidikan Karakter di awal tahun 2010-an. Padahal  sejak 2003, landasannya sudah secara jelas tertera dalam UU Sisdiknas  2003, pasal 3.
   [7] Pendidikan Anti Korupsi direncanakan tahun 2011, versi KPK yang  diusung 10 nilai, yaitu Jujur, Kerja, keras,Disiplin,  Berani,Tanggungjawab, Mandiri, Sederhana, Adil, dan Peduli.
 Sosialisasi  Pendidikan Karakter ke bawah belum juga usai, Pejabat Kemendiknas  menyampaikan gagasan baru “Pendidikan Anti Korupsi”. Masih dalam tahun  2010, Sang pejabat menyampaikan tahun 2011 akan dilaksanakan Pendidikan  Anti Korupsi. Konsep ini berasal dari KPK sebagai salah satu Program  Preventif jangka menengah/ Panjang. 
  [8] Pendidikan Akhlak Mulia Dikemukakan Tahun 2011
 Sambil  menanti kejelasan mengenai gagasan Pendidikan Anti Korupsi, terdengar  lagi gagasan Pendidikan Akhlak Mulia yang akan dilaksanakan tahun 2011.  Apa pendapat Anda?
   Semua bentuk pendidikan yang dicanangkan pada setiap periode, pada  hakekatnya adalah Pendidikan Karakter atau Akhlak. Perubahan-perubahan  bentuk itu menunjukan ketidak jelasan atau ketidak fahaman esensi dari  semua itu. Kemungkinan lain saat itu memang Pendidikan tidak memiliki  konsep yang jelas [non akademisnya], sehingga Pendidikan menjadi “korban  titipan” dari departemen-departemen lain, akibatnya Pendidikan sendiri  tidak memiliki kejelasan. Setahun terakhir ini baru disadari bahwa semua  itu esensinya adalah karakter. Karena esensinya belum difahami,  istilahpun berganti-ganti. Bayangkan dalam setahun 3 istilah digulirkan.  Pendidikan Karakter, Pendidikan Anti Korupsi dan Pendidikan Akhlak  Mulia yang ke-3 nya sebenarnya sama. Ketika  dijajaran atas belum  memiliki kejelasan , dijajaran bawah dan pelaksana menjadi bingung.  Akankah terancam kegagalan lagi ?. Kalau esensi sudah diketahui ambil  satu istilah Pendidikan Karakter atau Pendidikan Akhlak Mulia. Setiap  sekolah dibebaskan menggunakan salah satu dari ke2 istilah tersebut.  Nilai utama ditetapkan Kemendiknas [misal 6-8 nilai dasar], lainnya  dikembangkan oleh sekolah masing-masing.  Tentu saja  keberhasilan Pendidikan ini tidak hanya bergantung pada Sekolah, walau  konsep  telah difahami. Keberhasilan juga bergantung pada faktor lain, seperti:  [1] Kemampuan di tingkat pelaksana menerapkan Pendidikan Karakter itu;  [2]  Keselarasan nilai2 karakter yang ditanamkan di lingkungan Sekolah  dengan fakta perilaku Pejabat dan aparat di Pemerintahan dan masyarakat.
Sumber: http://www.theklc.com
Sumber: http://www.theklc.com







 
 Posts
Posts
 
 
 10:42 PM
10:42 PM
 Ade Suherman
Ade Suherman
 
 Posted in:
 Posted in:   
1 comments:
tapi kan untuk lebih bagus'a para siwa di sekolah juga harus memahami'a....
Post a Comment
Bagi Pengunjung dan mengambil data dari Blog ini, Untuk Perbaikan artikel-artikel di atas DIWAJIBKAN BERKOMENTAR, Trms..Wassalam