03 July 2011

PERJALANAN MENUJU PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

A. PENDAHULUAN
Keprihatian meluas ketika kejadian demi kejadian di Negara ini, mulai dari bencana alam, musibah, kasus-kasus Tawuran [antar pelajar; Pelajar dan Mahasiswa, antar Mahasiswa, antar suporter sepakbola, antar penonton Konser musik, antar warga]; Korupsi, Kolusi dan Nepotisme [KKN]; Pembunuhan/ mutilasi, Pemerkosaan; penjarahan; Perampokkan; Perilaku kasar Pelajar, KDRT. Belakang kasus ketidakadilan dalam penegakkan hukum dan Kasus Bank-bank di Negara ini. Mengapa semua ini muncul di bumi Indonesia ? Apakah dibelahan dunia lain juga terjadi demikian ? Ya, mungkin terjadi, tapi apakah semarak seperti di Negeri ini ?.
Para pakar sibuk menganalisis dengan seminar, diskusi, konsolidasi dan melakukan usaha-usaha lain untuk menemukan penyebab dan jalan pemecahannya. Sampai saat ini masih bermacam-macam jawabannya. Mereka meyebutkan sebagai akibat faktor ekonomi, yang lain mengatakan faktor politik dan yang lain lagi akibat pola orientasi pendidikan yang keliru.

Semua faktor yang disebutkan di atas tidak ada yang salah, namun perlu juga kita melihat dari aspek yang sangat mendasar, yaitu Pendidikan.
Orang bilang Kondisi saat ini merupakan gambaran Pendidikan dan masyarakat masa lalunya. Tidak semuanya benar, ketika kita melihat para pelakunya adalah para Pelajar, remaja. Ini berarti Pendidikan saat ini yang sedang berjalan juga perlu ditinjau lagi. Secara konsep hampir semua bilang Oke, masalahnya dalam Pelaksanaannya. Atas semua masalah yang terjadi, Kementrian Pendidikan mengambil langkah Penerapan Pendidikan Karakter Bangsa sebagai solusi semua itu.
Thomas Lickona (Profesor pendidikan dari Cortland University) menyatakan bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai. Sebab bila tanda-tanda ini sudah ada, maka itu berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang keterpurukan. Tanda-tanda yang dimaksud adalah :
1. meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
2. penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk,
3. pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan,
4. meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas.
5. semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk,
6. menurunnya etos kerja,
7. semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru,
8. rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan
9. adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Nampaknya tanda-tanda tersebut di atas sedang menyelimuti bangsa ini dan makin mencemaskan pada kurun waktu 10 tahun terakhir. Semasa Orde baru kekerasan banyak dilakukan oleh para Aparat dan Pejabat, namun sekarang dilakukan juga oleh rakyat. Semua kejadian di atas mengindikasikan satu titik muara yang sama, yaitu KARAKTER manusia-manusia yang terlibat atau penanggung jawab di negara ini. Saat ini Kementerian Pendidikan Nasional menyadari bahwa pentingnya pendidikan karakter bagi siswa di sekolah. Selama ini disadari bahwa pelaksanaan pendidikan di tingkat sekolah masih berorientasi pada akademis semata, meskipun fungsi dan tujuan pendidikan Nasional telah mengarahkan kepada Pendidikan Karakter.


B. PERKEMBANGAN RAGAM PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan karakter sebenarnya sudah diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan mendirikan Negara salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa. Kehidupan yang cerdas dapat diwujudkan apabila seluruh rakyatnya, terlebih para aparat dan pejabatnya bukan cerdas secara intelektual saja, tapi juga cerdas dalam bersikap dan bertindak. Hal tersebut berkaitan dengan Hati dan emosi [karakter] serta Skills [keahlian di bidangnya].

Bukan hanya dalam pembukaan saja amanah Pendidikan karakter itu tersebut, dalam GBHN [ Orde baru] Tujuan Pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya [Jasmani dan rohani, Jiwa dan raga]; Di era reformasi lebih tegas lagi Fungsi dan Tujuan Pendidikan, tertuang dalam UU Sisdiknas 2003, pasal 3 : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Meskipun telah diundangkan sejak tahun 2003, realisasinya, belum ada. Marilah kita ingat orientasi Kurikulum tahun 1968 dan 1975 adalah konten [isi/pengetahuan], tahun 1985 sudah mulai memberi aspek muatan nilai/ sikap [meski di lapangan tidak juga berubah]. Tahun 1995 masih memantapkan Kurikulum sebelumnya, dan tahun 2006 Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan[ KTSP] yang merupakan penyederhanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi [KBK] hasil uji coba 1-2 tahun di lapangan. Tuntutan Pembelajaran dalam KTSP mencakup kompetensi pengetahuan, sikap dan skills. Namun kenyataannya lagi-lagi masih akademik, terbukti UN sendiri mengabaikan aspek sikap dan skills. Akibatnya guru-gurupun akan selalu berusaha anak didiknya bisa lulus dengan berbagai cara, termasuk cara yang harampun dilakukan. Terlebih lagi arahan Kepala Dinas dan Kepala daerahnya yang mentarget- hasil UNnya. Prosentase kelulusan yang rendah merupakan aib dari para pejabat Pendidikan dan Pejabat Daerah., sehingga berbagai upaya dilakukan. Di sisi lain gurupun menilai sikap dan skills hanya sebagai pertimbangan bila secara kognitif kurang. Nilai sikap belum berani menjadi pertimbangan kenaikan kelas, kecuali perilaku yang telah membuat heboh banyak orang.

Berbagai warna muatan/ orientasi Pendidikan diterapkan oleh Departemen Pendidikan Pusat di sekolah Tingkat SD sampai SMA. Berikut Orientasi yang pernah dijalankan di Lingkungan Pendidikan, khsususnya di tingkat Pendidikan dasar dan menengah:

[1] Pendidikan Lingkungan hidup [PLH] tahun 1995, esensinya agar menjadi insan2 yang PEDULI akan [kebersihan; merawat/menjaga] lingkungan nya; TERTIB membuang sampah di tempatnya. Pada saat ini PLH menjadi salah satu mata pelajaran yang diberi waktu 2 jam. Ide ini tidaklah murni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, namun terkesan titipan dari Departemen lain.

[2] Muatan IMTAK tahun 1996, ditik beratkan pada keimanan terhadap Kebesaran dan Kekuasaan Tuhan dan akhlak. Pada periode ini berusaha memberikan muatan IMTAK pada semua mata Pelajaran termasuk Sains dan matematika. Inipun terhenti di tingkat pelaksana di lapangan. Gagasannya baik sekali, namun kondisi SDM yang tidak memungkinkan. Tanpa muatan IMTAK saja, kinerjanya masih rendah apalagi dengan tambahan IMTAK yang selama ini keIMTAK-an guru juga masih banyak yang diragukan. Akhirnya nasibnya sama dengan PLH.

[3] Pendidikan Hak Azazi Manusia [HAM] tahun 2004, Nilai Kasih sayang; Perhatian, Harkat dan martabat , Kesetaraan; Keadilan, Persatuan dalam keragaman (Bhinneka Tunggal Ika) dan Keterbukaan. Meskipun konsep ini tidak terlalu menggema, namun tidak sedikit sekolah mencoba menerapkannya. Gagasan ini kurang direspon baik, mungkin karena sudah terpatri kata-kata: Ganti menteri ganti Kurikulum.

[4] Pendidikan Budi Pekerti Tahun 2004, terdiri dari 85 NILAI budi pekerti luhur. Gagasan ini bukan saja diterapkan di lingkunagan Sekolah Departemen Pendidikan, namun juga di lingkungan Departemen Agama. Ada fakta2 yang bertentangan antara perilaku di masyarakat [Pejabat dan aparat] dengan apa yang dikembangkan di sekolah dan media seperti Tayangan Televisi, Majalah, CD dan lainnya. Akibatnya Konsep ini juga kurang berhasil, terbukti perilaku Bullying saat itu menggejala di lingkungan sekolah dan PT.

[5] Pendidikan Life skill Tahun 2006, nilai-nilai yang diusung adalah Kepemimpinan, etika, akuntabilitas, Beradaptasi, Produktivitas, tanggungjawab [pribadi dan social], ketrampilan, tujuan hidup.
Nasibnya hamper sama dengan Budi Pekerti, Pendidikan Life skills yang diusung oleh KBK [Kurikulum Berbasis Kompetensi} sebagai salah satu kompetensi sikap. Setiap mata pelajaran harus member muatan lifeskills dalam pembelajarannya. Bagimana hasilnya, bisa kita lihat sekarang. Dengan munculnya gagasan baru, yakni Pendidikan Karakter, bisa dipastikan Pendidikan Life skills juga tidak berhasil.

[6] Pendidikan Karakter Tahun 2010, yang diusung Diknas 18 Nilai, yaitu : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis,rasa ingin Tahu,Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi,Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung-jawab.
Dari perjalanan konsep yang diterapkan selama ini, mulai terlihat benang merahnya. Inti permasalahannya adalah Karakter manusia, sehingga dilontarkan gagasan Pendidikan Karakter di awal tahun 2010-an. Padahal sejak 2003, landasannya sudah secara jelas tertera dalam UU Sisdiknas 2003, pasal 3.

[7] Pendidikan Anti Korupsi direncanakan tahun 2011, versi KPK yang diusung 10 nilai, yaitu Jujur, Kerja, keras,Disiplin, Berani,Tanggungjawab, Mandiri, Sederhana, Adil, dan Peduli.
Sosialisasi Pendidikan Karakter ke bawah belum juga usai, Pejabat Kemendiknas menyampaikan gagasan baru “Pendidikan Anti Korupsi”. Masih dalam tahun 2010, Sang pejabat menyampaikan tahun 2011 akan dilaksanakan Pendidikan Anti Korupsi. Konsep ini berasal dari KPK sebagai salah satu Program Preventif jangka menengah/ Panjang.

[8] Pendidikan Akhlak Mulia Dikemukakan Tahun 2011
Sambil menanti kejelasan mengenai gagasan Pendidikan Anti Korupsi, terdengar lagi gagasan Pendidikan Akhlak Mulia yang akan dilaksanakan tahun 2011. Apa pendapat Anda?

Semua bentuk pendidikan yang dicanangkan pada setiap periode, pada hakekatnya adalah Pendidikan Karakter atau Akhlak. Perubahan-perubahan bentuk itu menunjukan ketidak jelasan atau ketidak fahaman esensi dari semua itu. Kemungkinan lain saat itu memang Pendidikan tidak memiliki konsep yang jelas [non akademisnya], sehingga Pendidikan menjadi “korban titipan” dari departemen-departemen lain, akibatnya Pendidikan sendiri tidak memiliki kejelasan. Setahun terakhir ini baru disadari bahwa semua itu esensinya adalah karakter. Karena esensinya belum difahami, istilahpun berganti-ganti. Bayangkan dalam setahun 3 istilah digulirkan. Pendidikan Karakter, Pendidikan Anti Korupsi dan Pendidikan Akhlak Mulia yang ke-3 nya sebenarnya sama. Ketika dijajaran atas belum memiliki kejelasan , dijajaran bawah dan pelaksana menjadi bingung. Akankah terancam kegagalan lagi ?. Kalau esensi sudah diketahui ambil satu istilah Pendidikan Karakter atau Pendidikan Akhlak Mulia. Setiap sekolah dibebaskan menggunakan salah satu dari ke2 istilah tersebut. Nilai utama ditetapkan Kemendiknas [misal 6-8 nilai dasar], lainnya dikembangkan oleh sekolah masing-masing. Tentu saja keberhasilan Pendidikan ini tidak hanya bergantung pada Sekolah, walau konsep telah difahami. Keberhasilan juga bergantung pada faktor lain, seperti: [1] Kemampuan di tingkat pelaksana menerapkan Pendidikan Karakter itu; [2] Keselarasan nilai2 karakter yang ditanamkan di lingkungan Sekolah dengan fakta perilaku Pejabat dan aparat di Pemerintahan dan masyarakat.
Sumber: http://www.theklc.com

1 comments:

nuraeni said...

tapi kan untuk lebih bagus'a para siwa di sekolah juga harus memahami'a....

Post a Comment

Bagi Pengunjung dan mengambil data dari Blog ini, Untuk Perbaikan artikel-artikel di atas DIWAJIBKAN BERKOMENTAR, Trms..Wassalam


 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons