12 March 2009

Kualitas Pelayanan Publik

Pelayananan publik saat ini menjadi hal yang krusial. Pelayanan publik merupakan fenomenal yang terjadi khususnya di negeri ini. Setiap orang membicarakannya antara baik dan buruk (red) pelayanan tersebut. Penilaian yang dirasakan bagaimana ketika anda datang ke kantor kecamatan untuk membuat KTP, atau membuat Akta kelahiran di Catatan Sipil dll.

Seharusnya pada pelayanan yang disebut konsumen adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh petugas organisasi pemberi layanan tersebut dan setiap organisasi mempunyai kategori pelanggan internal yaitu seluruh anggota organisasi sedangkan eksternal adalah masyarakatnya sehingga istilah pelayanan diartikan pelayanan kepada seluruh anggota masyarakat dalam rangka memuaskan pelanggan eksternal.
Agar layanan dapat memuaskan pelanggan, petugas yang melayani harus
memenuhi empat kriteria pokok yaitu : a) Tingkah laku yang sopan, b) Cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh
orang yang bersangkutan, c) Waktu menyampaikan yang tepat, d) Keramah tamahan (Moenir, 1995:197–200). Lebih lanjut ditambahkan oleh Moenir (1995:88) dalam pelayanan kepada Masyarakat terdapat beberapa faktor pendukung yang penting seperti kesadaran petugas yang melaksanakan pekerjaan, aturan yang melandasi tugas pekerjaan, organisasi sebagai sistem, alat kerja dan sarana prasarana yang memadai untuk menunjang pelaksanaan pelayanan.
Selain itu, Tjiptono dan Gregorius (2005:119) menyatakan bahwa “Sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan berperan besar dalam menciptakan keunggulan layanan (service excellence)”. Keunggulan seperti ini dibentuk melalui pengintegrasian empat pilar yang saling berkaitan erat : kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan layanan”. Menurut Kotler, (1997:486) jasa memiliki empat ciri utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu :
1. Tidak berwujud ( Intangible)
Jasa tidaklah berwujud seperti produk fisik. Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar dan merasakan hasilnya sebelum mereka membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari tanda atau informasi tentang mutu jasa tersebut. Tanda dan informasi tentang jasa tersebut dapat dilihat atas dasar lokasi perusahaan, para penyedia dan penyalur jasa, peralatan dan alat komunikasi yang digunakan serta tenaga kerja dari produk tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan calon konsumen, yaitu :
a. Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud.
b. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh.
c. Menciptakan suatu nama merek (brand name) bagi jasa.
d. Memakai nama sesorang yang sudah dikenal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.

2. Tidak terpisahkan (Inseparability)
Jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu perusahaan jasa yang menghasilkan tersebut. Ini berarti jasa diproduksi dan dikonsumsi secara serentak pada waktu yang sama, karena jika konsumen membeli suatu jasa maka ia akan berhadapan langsung dengan sumber atau penyedia jasa. Maka penjualan jasa lebih diutamakan untuk penjualan langsung dengan skala operasi terbatas. Untuk mengatasi masalah ini perusahaan dapat menggunakan strategi– strategi, seperti bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, serta melatih pemberi jasa supaya mereka mampu membina kepercayaan konsumen.
3. Bervariasi (Variability)
Jasa yang diberikan berubah–ubah tergantung dari siapa yang menyajikannya,
kapan dan dimana penyajian jasa tersebut dilakukan. Ini mengakibatkan sulitnya mencapai kualitas, perusahaan yang sesuai dengan standarnya. Dalam hal pengendalian kualitas, perusahaan dapat mengambil tiga langkah yaitu :
a. Seleksi dan melatih karyawan yang cemerlang.
b. Selalu menstandarisasi proses pelayanan dan organisasi melalui berbagai macam cara, seperti penempatan ruangan dan personal pada tempat– tempat tertentu, adanya sarana telepon bagi konsumen yang ingin atau memerlukan telepon.
c. Memonitor perkembangan tingkat kepuasan melalui sistem saran dan keluhan, survei pasar sehingga dengan demikian pelayanan yang buruk dapat dihindarkan.
d. Daya tahan (Perishability)
Daya tahan suatu jasa perawatan tidak akan menjadi masalah, permintaan selalu ada dan mantap karena menghasilkan jasa dimuka dengan mudah. Bila permintaan berfluktuasi, berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan kapasitas menganggur dan pelanggan tidak terlayani dengan resiko mereka kecewa/beralih ke penyedia jasa lainnya. Sistem yang memperhatikan pelayanan masyarakat akan berjalan lebih unggul diketengahkan oleh Osborne dan Gaebler (1993 : 11), yaitu :
a) Sistem yang berorientasi pada pelayanan masyarakat memaksa pemberi jasa/pegawai untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya.
b) Sistem yang berorientasi pada pelayanan masyarakat mendepolitasi keputusan terhadap pilihan pemberi jasa.
c) Sistem yang berorientasi pada pelayanan masyarakat merangsang lebih banyak inovasi.
d) Sistem yang berorientasi pada pelayanan masyarakat memberi kesempatan pada orang untuk memilih diantara berbagai macam pelayanan.
e) Sistem yang berorientasi pada pelayanan masyarakat menyebabkan pemborosan lebih sedikit karena pasokan disesuaikan dengan permintaan. Sistem yang berorientasi pada pelayanan masyarakat mendorong masyarakat untuk membuat pilihan dan menjadi pelanggan yang berkomitmen. Sistem yang berorientasi pada pelayanan masyarakat menciptakan peluang lebih besar bagi keadilan.

Kesimpulannya bahwa pelayanan mempunyai hubungan yang kuat antara
loyalitas pelanggan dan kepuasan pelanggan dimana hubungan ini saling mengukuhkan atau saling melengkapi dalam bidang pelayanan.
Pasuraman (1988) dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL dalam
Lupiyoadi (2006:182) berhasil mengidentifikasikan lima kelompok karakteristik
yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa yaitu :
1. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2. Kehandalan (reliability), kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu konsumen dan memberikan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dipercaya dimiliki para staf, bebas dari bahaya risiko dan keragu-raguaan.
5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para konsumen.

Cara mengukur kualitas jasa dapat berfokus pada dua macam riset: riset
konsumen dan riset non-konsumen. Riset konsumen mengkaji perspektif konsumen mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan, serta meliputi aspek-aspek seperti komplain konsumen, survei purna jual, wawancara kelompok fokus, dan survei kualitas jasa. Sedangkan, riset non-konsumen berfokus pada perspektif karyawan mengenai kelemahan dan kekuatan perusahaan, serta kinerja karyawan, dan juga dapt menilai kinerja jasa pesaing dan dapat dijadikan basis perbandingan.

Pengertian Kualitas Pelayanan
Secara etimologi tidak mudah mendefinisikan atau memberikan pengertian mengenai kualitas. Namun demikian ada beberapa definisi umum yang diberikan oleh beberapa pakar kualitas. Dikemukakan oleh Josep M Juran (Tjiptono, 2004:11) bahwa kualitas adalah kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan. Dikemukakan pula oleh Taguchi (Tjiptono, 2004 : 12) bahwa kualitas adalah kerugian yang ditimbulkan oleh suatu produk bagi masyarakat setelah produk tersebut dikirim, selain kerugian-kerugian yang disebabkan fungsi intrinsik produk.
Secara sederhana pengertian kualitas pelayanan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan antara pelayanan yang diharapkan konsumen dengan pelayanan yang diterimanya (Parasuraman, Zeithami, dan Berry, 1995 : 240) menurut Zethami, Berry dan Parasuraman (dalam Tjiptono, 2004 : 12) kualitas yang dirasakan didefinisikan sebagai “Penilaian konsumen terhadap keseluruhan keunggulan produk, sedangkan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pertimbangan global yang berhubungan dengan superioritas dari pelayanan”.
Menurut The European Organization for Quality Control and The American Society for Quality Control (Y. Warella, 1997 : 16) “Kualitas adalah bentuk-bentuk istimewa dari suatu produk atau pelayanan yang memuaskan kebutuhan”.
Dikemukakan oleh Logothetis (Y. Warella, 1997 : 17) “Kualitas adalah pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan pelanggan atau klien serta kemudahan memperbaikinya secara berkesinambungan”. William E Doming (Tjiptono, 1995 : 48) menjelaskan “Kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat
diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar”.
Dalam perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang
secara lebih luas, tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan tetapi juga proses, lingkungan dan manusia. Hal tersebut tampak dalam definisi yang dirumuskan oleh Goetsh dan Davis (Tjiptono, 2004 : 51), yaitu bahwa kualitas merupakan “Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Kualitas adalah penilaian subyektif pelanggan. Penilaian ini ditentukan oleh persepsi pelanggan terhadap jasa, persepsi tersebut dapat berubah karena pengaruh. Misalnya iklan yang efektif, reputasi suatu jasa tertentu, pengalaman,
teman dan sebagainya. jadi yang penting bagi kita adalah bagaimana jasa kita dipersepsikan oleh pelanggan dan kapan persepsi pelanggan berubah. Untuk menentukan kualitas pelayanan, menurut Garvin (dalam Tjiptono, 2004 : 51), ada lima macam persepektif kualitas yang berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan.
Kelima macam perspektif kualitas tersebut menurut (Tjiptono, 2004 : 52) meliputi:
1) Transcendental approach. Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai inuate exellence, di mana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit untuk didefinisikan dan dioperasionalisasikan.
2) Product-based approach. Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.
3) User-based approach. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4) Manufacturing-based approach. Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements).
5) Value-based approach. Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”.

Berkaitan dengan masalah kualitas pelayanan, pada dasarnya kualitas pelayanan merupakan suatu konsep yang abstrak dan sukar dipahami (Tjiptono,
2004 : 51). Hal ini dikarenakan adanya empat karakteristik jasa/layanan yang unik yang membedakannya dari barang, yaitu tidak berwujud, tidak terpisah antara produksi dan konsumsi, outputnya tidak terstandar dan tidak dapat disimpan (Kotler, 1997 : 115). Ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan, yaitu layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang diterima (perceived service).
Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan konsumen, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal, tetapi sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas layanan bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa/layanan melainkan berdasarkan pada persepsi konsumen. Seperti yang dikemukakan Kotler (1997 : 116) bahwa “Kualitas harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen”. Persepsi konsumen terhadap kualitas layanan itu sendiri merupakan penilaian menyeluruh konsumen atas keunggulan suatu layanan. Dalam melaksanakan misinya, seringkali organisasi hanya mementingkan pencapaian produktifitas dan profitabilitas dengan mengabaikan aspek kualitasnya, padahal kualitas selalu berfokus pelanggan (costumer focused quality) sehingga kualitas mengacu pada segala sesuatu yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai keinginan pelanggan.
Selanjutnya menurut , Zeithami, dkk (1996 : 38) menjelaskan pentingnya sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang dirasakan langsung oleh pelanggan, yaitu dengan melalui lima dimensi pokok yang menentukan tingkat kualitas jasa atau pelayanan kepada kepentingan pelanggan meliputi:
a. Berwujud atau bukti langsung (Tangible) yaitu: Meliputi penampilan dan fasilitas fisik peralatan atau perlengkapan, karyawan dan peralatan komunikasi harus menarik, lengkap, bersih dan selalu terpelihara dengan baik.
b. Kehandalan atau dapat dipercaya (Reliability) yaitu Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan jasa yang dijanjikan dengan segera, akurat atau tepat waktu dan memuaskan atau dapat dipercaya.
c. Daya tanggap atau kesigapan (Responsivenes) yaitu: Kesediaan perusahaan atau kemauan para pegawai untuk membantu masyarakat atau pelanggan dengan segera memberikan pelayanan jasa secara tepat dan tanggap.
d. Jaminan atau kepastian (Assurance) yaitu: Tingkat pengetahuan, keahlian pegawai, kemampuan dan keramah tamahan atau kesopanan yang harus dimiliki pegawai dalam memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada konsumen, bebas dari bahaya, resiko atau keragu–raguan.

Adapun dimensi Assurance, merupakan gabungan dari dimensi :
1) Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan perkerjaan.
2) Kesopanan (Courtesy), yaitu keramahan, perhatian, dan sikap karyawan.
3) Kredibilitas atau kepercayaan (Credibility), meliputi hal–hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
4) Keamanan (Security), artinya tidak adanya bahaya resiko atau keraguan untuk menggunakan jasa yang ditawarkan.
5) Empati ( Empathy) yaitu : Perhatian khusus yang diberikan perusahaan kepada setiap pelanggan secara individu, meliputi kemudahan pelanggan untuk melakukan hubungan komunikasi yang baik serta memahami kebutuhan para pelanggan.
Dimensi Empathy merupakan penggabungan dari dimensi :
1) Akses (Access), yaitu meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan.
2) Komunikasi (Communication), meliputi kemampuan untuk melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.
3) Memahami pelanggan (Understanding the Customer), usaha perusahaan untuk mengatahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dimensi ini akan mempengaruhi harapan pelayanan yang diterima, maupun kenyataan dialami, sehingga menghasilkan kualitas untuk dinilai oleh konsumen.
Dewasa ini konsep kualitas telah menjadi faktor yang sangat dominan terhadap keberhasilan suatu organisasi. Kualitas menjadi pedoman utama dalam
pengembangan dan keberhasilan implementasi program-program manajerial dan kerekayasaan untuk mewujudkan tujuan-tujuan bisnis yang utama.
Menurut Kotler (1997:116) terdapat 5 (lima) determinan kualitas jasa yang dapat dirincikan sebagai berikut :
1) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2) Ketanggapan (responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat
3) Keyakinan (confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan pegawai serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau “assurance”
4) Empati (emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5) Berwujud (tangible), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi.
Model yang dipergunakan untuk menganalisis kualitas pelayanan dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithami dan Berry (dalam Tjiptono, 2004 : 80-
81) dengan mengidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa. Kelima gap tersebut, yaitu :
1) Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu merasakan dan memahami keinginan pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui desain jasa, jasa-jasa pendukung yang diinginkan pelanggan.
2) Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas pelayanan. Kemungkinan manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi manajemen tidak menyusun suatu standar kinerja yang jelas. Hal ini disebabkan tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas pelayanan, kekurangan sumber daya.
3) Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban kerja melampui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja.
4) Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan janji yang dibuat perusahaan, sehingga menimbulkan risiko bagi perusahaan.
5) Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi bila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berlainan.
Mengukur kualitas pelayanan berarti membandingkan kinerja suatu jasa dengan seperangkat standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Parasuraman, Zeithami dan Berry (Tjiptono, 2004 : 99) menggunakan skala multi item yang diberi nama servqual (service quality). Alat ini dimaksudkan untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan dan kesenjangan (gap) yang ada di model kualitas jasa. Dikemukakan oleh Lehtinen dan Lehtinen (dalam Tjiptono, 2004 : 97) bahwa ada dua dimensi kualitas jasa, yaitu process quality (yang dievaluasi pelanggan selama jasa diberikan) dan output quality (yang dievaluasi setelah jasa diberikan).
Menurut Gummeson (dalam Tjiptono, 2004 : 98) yang memfokuskan pada sumber-sumber kualitas saja, ada empat sumber kualitas yang menentukan kualitas jasa, yaitu :
1) Design quality. Menjelaskan bahwa kualitas jasa ditentukan pada waktu pertama jasa didesain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
2) Product quality. Menjelaskan bahwa kualitas jasa dapat ditentukan oleh kerjasama departemen manufaktur dan departemen pemasaran.
3) Delivery quality. Menjelaskan bahwa kualitas jasa dapat ditentukan oleh janji perusahaan kepada pelanggan.
4) Relationship quality. Menjelaskan bahwa kualitas jasa ditentukan oleh hubungan profesional dan sosial antara perusahaan dengan stakeholder (pelanggan, pemasok, agen dan pemerintah, serta karyawan perusahaan).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Parasuraman, Zeithami dan Berry diidentifikasikan 10 (sepuluh) faktor utama yang menentukan
kualitas jasa, yaitu (Tjiptono, 2004 : 69) :
1) Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).
2) Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3) Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
4) Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.
5) Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact person.
6) Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7) Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
8) Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, keragu-raguan.
9) Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan
10) Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.

Menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan jasa dalam memperbaiki kualitas, ada enam prinsip yang harus dipenuhi oleh perusahaan, yaitu meliputi (Tjiptono, 2004 : 75-76) :
1) Kepemimpinan. Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan.
2) Pendidikan. Semua personel perusahaan dari manaajer puncak hingga karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3) Perencanaan. Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya.
4) Review. Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
5) KomunikasiImplementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. komunikasi harus dilakukan dengan karyawan, pelanggan dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat umum dan lain-lain.
6) Penghargaan dan pengakuan (total human reward). Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui.
Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja rasa bangga dan rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.


DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. Taufik. 2005. Edisi Pertama. Dinamika Pemasaran Jelajahi dan Rasakan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Arikunto Suharsimi, 1998, Metode Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Edisi Revisi Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Edisi ke-lima. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. 1996. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barnes, James G. 2003. Secrets of Customer Relationship Management (Rahasia Manajemen Hubungan Pelanggan). Yogyakarta: Andi.

Cravens, David W. 1996. Pemasaran Strategis. Jakarta: Erlangga.
_______1998. Edisi keempat. Pemasaran Strategis. Jakarta: Erlangga.

Dharmmesta, Basu Swasta dan Hani Handoko. Edisi Pertama. 1997. ManajemenPemasaran Analisa Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE.

Engel, James F. Roger, D. Blacwell. and Minsard, Paul W. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta: Bainarupa Aksara.

Gerson, Richard F. 2002. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Penerbit PPM.

Haryanti, K dan Hadi, S. 2000. Hubungan Persepsi Mutu Pelayanan dan Nilai Konsumen dengan Kepuasan Konsumen. Psikodimensia kajian Ilmiah Psikologis Vol. 1. Semarang.

Helien, Fisher. 2004. Layanan Konsumen Dalam Seminggu. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Jerome E, dkk. Edisi Ke-lima. 1993. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip. Edisi ke-dua. 1985. Prinsip-prinsip dasar pemasaran. Jakarta: PT Midas Serum Grafindo.
_______ 2002. Edisi Milenium. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Prenhalindo.
_______and Gary Armstrong. 2004. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

Kuswadi. 2004. Cara Mengukur Kepuasan Karyawan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Lupiyoadi, Rambat. 2001. Edisi Pertama. Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Empat.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moekijat, 1989, Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja, Pionir, Bandung
_______, 1993, Evaluasi Pelatihan (Dalam Rangka Peningkatan ProduktifitasPerusahaan), Mandar Madju, Bandung.

Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nazir, Moch. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nitisemito, Alex S., 1991, Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pamitra, Teddy. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Parasuman, Zeithami dan Berry, 1988, Communication and Control Processes in the Delivery of Service Quality, Journal of Marketing vol 52.

Peter, J. Paul dan Jerry C Olson. 1996. Edisi Keempat. Consumer Behavior (perilaku konsumen dan strategi pemasaran). Jakarta: Erlangga.

Purnomo, Hari. 2003. Edisi Pertama. Pengantar Tehnik Industri. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Roger, G.S. 1995. Implications For Marketing strategy. Dallas: BPS.

Suchman, M.C. 1995. Kepuasan Konsumen dan Penelitian Manajemen Loyalitas. Academy Of Management Review Journal, vol. 20, pp. 571-610.

Sudjana, 2001, Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.

Sugiarto, Endar. 2002. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sunarto. 2003. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: AMUS Yogyakarta dan CV. Ngeksigondo Utama.

Supranto J, 2001, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Rineka Cipta, Jakarta.

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Tjiptono, Fandi dan Diana Anastasia, 2000, Total Quality Management, Andi, Yogyakarta.
_______2003. Edisi Ke-tiga. Prinsip-prinsip Total Quality Service (TQS). Yogyakarta: ANDI.
_______dan Anastasia Diana. 2003. Edisi Ke-lima. Total Quality Management (TQM). Yogyakarta: ANDI.
_______2004, Edisi Ke-empat. Prinsip-prinsip Total Quality Service (TQS). Yogyakarta: ANDI.
_______dan Gregorius Chandra. 2005. Service, Quality & Satisfaction.Yogyakarta: ANDI.

Tunggal, Amin Wijaya. 1996. Kamus MBA. Jakarta: Bumi Aksara.

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Gholia Indonesia.

Walgito, Bimo.1990. Edisi Ketiga. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Wasiyati, Kristina dan B.M Bambang. 2003. Pelayanan Pelanggan yang sempurna. Jakarta: Kunci Ilmu.

Zainun Buchari, 1981, Manajemen Personalia, Penerbit Balai Aksara, Jakarta.

_______,1984, Manajemen Personalia, Penerbit Balai Aksara, Jakarta.


Dokumen Publikasi

1. Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

2. Kep Menpan Nomor: 63/Kep/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

3. UU Nomor: 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

5 comments:

foredi gel depok said...

Terimakasih Banyak Tips dan Artikelnya, boleh dicoba. Salam sukses

foredi gorontalo said...

Tipsnya sangat Infomatif, wajib dicoba salam sukses

foredi jakarta said...

Terimakasih Artikelnya bermanfaat dan Infonya menambah Ilmu pengetahuan. Harus dicoba. Semoga berhasil

mesin antrian said...

biasanya terdapat mesin antrian dan mesin indeks kepuasan masyarakat

Deni Surahman Widyaiswara Ahli said...

Terima kasih info dan artikelnya mohon ijin untuk dijadikan bahan referensi.

Post a Comment

Bagi Pengunjung dan mengambil data dari Blog ini, Untuk Perbaikan artikel-artikel di atas DIWAJIBKAN BERKOMENTAR, Trms..Wassalam


 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons